Kamis, 05/09/2013 06:15:04 |
syaiful falah | Dibaca : 5086298
Pasca dicabutnya aturan Miras
yakni Keppres No 3 1997, Pemerintah melalui Menteri Perindustrian MS
Hidayat justru akan mengembangkan industri miras. Kebijakaan ini
bertentangan dengan ideologi bangsa Indonesia yaitu Ketuhanan yang Maha
Esa. Bagaimana mau mendapatkan Rahmat Allah kalau pemerintahnya
mengembangkan pabrik miras?
Industri minuman keras merupakan salah satu sektor yang diusulkan
pemerintah tak lagi masuk Daftar Negatif Investasi (DNI). Namun, rencana
tersebut dianggap sensitif di negara dengan mayoritas penduduk muslim,
yang mengharamkan minuman beralkohol.
Menteri Perindustrian MS Hidayat menyebut masyarakat tak perlu khawatir
dengan rencana membuka industri miras bebas bagi pemodal asing. Sebab,
kebutuhan minuman beralkohol cukup besar, seiring peningkatan sektor
pariwisata di Indonesia.
"Kita harus progresif, kalau kita bangun pariwisata dan mengizinkan
ekspatriat tinggal di sini kita tahu mereka mengonsumsi alkohol. Selain
itu, ekspor (miras) juga bisa kita lakukan," kata Hidayat pada
(14/8/2013) di kantornya.
Lokasi pabrik pembuatan minuman ini, lanjutnya, rencananya akan lebih
diarahkan di Indonesia bagian timur. Minuman beralkohol ini menjadi
bagian komoditi pendorong kinerja ekspor.
Pernyataan MS Hidayat sangat ironis, karena belum lama ini Mahkamah
Agung (MA) telah mengabulkan tuntutan dari Front Pembela Islam (FPI)
untuk mencabut dasar hukum industri dan perdagangan miras di Indonesia
yakni keppres No 3 1997 yang bertentangan dengan dasar negara Ketuhanan
yang Maha Esa.
Siapa Sebenarnya MS Hidayat?
Sebelum menjabat sebagai menteri perinsdustrian MS Hidayat adalah ketua
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin). Saat menjadi
ketua Kadin, MS Hidayat kerap mendukung hubungan kerjasama dagang dengan
Israel.
Menurut MS Hidayat,, Israel tetap membuka hubungan bisnis dengan
Indonesia, meskipun tidak membuka kamar dagangnya secara resmi. ''Mereka
tetap melakukan investasi ke Indonesia, namun dengan menggunakan pihak
ketiga, dan secara garis besar tidak masalah melakukan hubungan dengan
Kamar Dagang Israel,” ujar politisi Golkar ini pada (19/8/2012).
Pada 25-29 Juni 2006 lalu, MS Hidayat beserta pengurus Kadin berkunjung
ke Israel. Selain MS Hidayat pengurus Kadin yang ikut antara lain ialah
Chris Kanter, Shinta Wijaya, Kamdani, John Prasetyo, Sandiaga Uno, Maxi
Gunawan, Fachry Thayeb.
Menurut situs Israel-Asia Center, tokoh sentral yang mengatur pertemuan
kedua delegasi dagang tersebut adalah Emanuel Shahaf. Dia lah yang
dikabarkan sangat antusias menggolkan hubungan dagang Indonesia-Israel.
Apalagi dia juga menjadi Ketua Kadin Israel.
Yang menarik dari cerita ini, Emanuel Shahaf tercatat merupakan anggota
badan intelijen Israel Mossad. Dan sempat bertugas sebagai diplomat di
Asia Tenggara pada 2000-2005.
Terkait itu, Sekjen Forum Umat Islam (FUI), KH. Muhammad al Khaththath
mengatakan kita patut mencurigai hubungan MS Hidayat dengan Israel
selama ini, bukan tidak mungkin bahwa rencana pengembangan industri
miras di Indonesia termasuk agenda dari Israel juga.
Dunia Barat Pernah Melarang Miras
Bicara Miras, tentu semua mafhum bahwa dunia barat era modern sekarang
ini membebaskan dalam mengkonsumsi miras, dan Amerika mewakili negara
barat, negara yang terkenal dengan pusat kebebasan ternyata pernah
melarang miras.
Pada tahun 1919, pemerintah AS menganggap Miras bukan bagian HAM, bahkan
AS menyatakan perang terhadap Miras dan melarangnya sama sekali.
Saat itu pemerintah AS mengeluarkan Undang-Undang Anti Miras yang
sosialisasinya menelan biaya US $ 60 ribu dan dana pelaksanaannya
mencapai Rp.75 Milyar, sesuai dengan nilai mata uang di zaman itu. Dan
menghabiskan 250 juta lembar kertas berbentuk selebaran.
Selama 14 tahun pemberlakuan UU Anti Miras di AS, telah dihukum mati
sebanyak 300 orang peminum miras dan dihukum penjara sebanyak 532.335
orang. Tapi ternyata, masyarakat AS justru makin hobby meminum miras,
yang pada akhirnya memaksa pemerintah mencabut UU Anti Miras pada tahun
1933 M, dan membebaskan miras sama sekali. Dan yang berperan dalam
mencabut UU anti miras ketika itu adalah orang-orang Yahudi yang
memiliki industri miras.
Indonesia Timur Menolak Miras
Kembali ke dalam negeri, dalam pengembangan industri miras, MS Hidayat
menunjuk kawasan indonesia timur sebagai Lokasi pabrik pembuatan miras.
Menurutnya Indonesia timur adalah kawasan yang paling memungkinkan di
negeri mayoritas muslim ini.
Namun benarkah kawasan Indonesia timur adalah kawasan yang “bebas
miras?”. Dari data yang dimiliki Suara Islam, ternyata selama ini banyak
penentangan dari masyarakat disana.
Miras menjadi musuh khususnya kaum ibu-ibu di Papua, belum lama ini
tepatnya pada (14/4/2013) lalu, puluhan warga Kelurahan Malawai Kota
Sorong, Papua Barat, mendatangi seorang penjual minuman keras. Warga
mengaku kesal karena miras merusak generasi muda disana.
Di kampung Arso kota daerah Keerom, salah satu kabupaten di Papua,
sejumlah mama-mama dibantu polres setempat melakukan sweeping miras pada
(5/6/2012). Memerangi miras bagi warga kampung Arso adalah persoalan
yang tidak mudah karena mereka harus berhadapan dengan lingkungannya
sendiri bahkan kadang harus perang dengan suami dan anak yang juga
mengkonsumsi miras.
Kemudian di Mimika, Belasan ibu-ibu yang tergabung dalam Koalisi Rakyat
Antimiras pada Senin (5/7/2010), merazia sejumlah toko penjual minuman
keras di Jalan Bahayangkara. Namun, pemilik toko mendapat perlindungan
dari warga sekitar hingga berujung adu jotos.
Razia dilakukan karena ibu-ibu ini mengaku masih melihat ada transaksi
minumas keras di toko ini. Padahal, saat ini sudah berlaku Peraturan
Daerah tentang Pelarangan Jual Beli Minuman Keras di Kabupaten Mimika.
Ibu-ibu ini mengaku kecewa kepada aparat kepolisian yang tidak mampu
mengawasi peredaran minuman keras di Mimika. Minuman keras dituding
ibu-ibu sebagai biang banyaknya perkelahian dan tindak kriminal di
daerah ini
Selain ketiga daerah tersebut masih banyak lagi kasus-kasus miras yang
meresahkan masyarakat Indonesia kawasan timur, jadi alasan MS Hidayat
untuk membuka pabrik miras disana terbantahkan.
Korban Miras
Jika mau dihitung sangat banyak kasus kematian yang disebabkan oleh
miras, yang mungkin masih kita ingat adalah tragedi tabrakan maut yang
menewaskan 9 orang pada (22/1/2012) lalu di Jakarta. Pelakunya, Apriani
Susanti sedang mabuk saat menabarak, dan sebelum kejadian ia kedapatan
usai berpesta miras dan narkoba. Yang terbaru, di bulan Ramadhan
menjelang lebaran kemarin tepatnya tanggal (3/8/2013) lalu di Majelengka
9 orang tewas setelah menenggak miras oplosan. Sungguh bahaya miras
sudah banyak terasa dampak buruknya bagi masyarakat negeri ini.
Lawan Rencana Industri Miras
Umat Islam dari berbagai ormas dan lembaga Islam sudah pasti akan
menolak rencana pengembangan industri miras ini. FPI mewakili ormas akan
menjadi garda terdepan dalam memerangi miras, selain telah berhasil
memenangkan tuntutan pencabutan keppres No 3 1997 tentang miras, FPI
juga selama ini bersama aparat telah melakukan upaya membersihkan miras
dari mulai warung, toko, hingga pabriknya di seluruh wilayah
kepengurusan mereka.
Selain ormas Islam, kini muncul kekuatan baru dalam memerangi miras,
adalah Gerakan Nasional Anti Miras yang kepengurusannya baru dibentuk
pada bulan Juli 2013 lalu akan melawan peredaran miras melalui berbagai
kampanye disetiap tempat. Gerakan ini dipimpin oleh Fahira Idris, putri
sulung dari Mantan Menteri Perindustrian Fahmi Idris. Fahira secara
tegas menolak rencana pemerintah untuk mengembangkan industri miras.
Menurutnya, jika rencana itu direalisasikan maka gerakan nasional anti
miras akan galang kekuatan untuk menolak rencana tersebut.
"Jangan sampai Indonesia dikenal sebagai negara pengekspor miras, jangan
sampai hal itu terjadi. Kami akan lawan rencana ini," tegas Fahira
kepada Suara Islam.
Copot Menteri Miras
Menanggapi rencana pengembangan industri miras tersebut, Sekjen Forum
Umat Islam (FUI), KH. Muhammad al Khaththath mengatakan MS Hidayat tidak
layak menjadi seorang menteri, dan presiden Susilo Bambang Yudoyono
(SBY) harus segera mencopotnya.
"Presiden SBY harus mencopot Menteri Perindustrian MS Hidayat yang
mendukung investasi pabrik miras di Indonesia," ujarnya kepada Suara Islam, Sabtu (17/8/2013)
Alasannya, menurut Ustadz al Khaththath, MS Hidayat yang mendukung
investasi pabrik miras di Indonesia sudah bertentangan dengan ideologi
bangsa Indonesia yaitu Ketuhanan yang Maha Esa.
"Ketuhanan yang Maha Esa yang dimaksud sebagaimana dalam pembukaan UUD
45 bahwa atas berkat Rahmat Allah. Gimana mau mendapat Rahmat Allah
kalau membuka pabrik miras?" tanya Ustadz al Khaththath.
Kesimpulan
Miras harus dibersihkan secara tuntas di seluruh wilayah NKRI ini bila
bangsa ini ingin mencapai tujuan mulia kemerdekaannya. Caranya adalah
dengan mendorong seluruh pemerintahan dan DPRD kota dan kabupaten di
seluruh wilayah NKRI untuk segera membuat dan mengesahkan perda anti
miras dan mendorong DPR RI untuk segera menuntaskan RUU Anti Miras dan
perlu dibuat Badan Anti Miras Nasional (BAMN). Guru Besar FKUI Prof. Dr.
Dadang Hawari mengatakan narkotika yang Cuma disebut di hadits Nabi
saw. saja diperangi serius sampai membentuk BNN masa miras yang jelas
dilarang Al Quran malah dibiarkan.
KH. Muhammad Arifin Ilham mengatakan, agar negeri ini bisa bersih dari
kemaksiatan harus dipimpin oleh orang-orang beriman yang takut kepada
Allah dan mengajak rakyatnya untuk takut kepada Allah Swt. Senada dengan
pernyataan pimpinan majelis Az Zikra itu, Ustadz al Khaththath
mengatakan saat ini harus dibuat Badan Nasional Anti Miras selain itu
juga harus muncul calon-calon rakyat yang visi misinya untuk berjuang
menerapkan syariah. Dan umat Islam wajib memilih para calon wakil rakyat
pro syariah tersebut, dan yang memimpinnya harus presiden syariah yang
pastinya akan memberlakukan hukum pelarangan miras sesuai aturan Allah
Swt dan Rasul-Nya.
syaiful falah