Dalam
Tradisi Hikayat Betawi ada istilah "Ngibul Yakin", maksudnya cerita
bohong tapi meyakinkan. Salah satu kemahiran kaum Liberal adalah
membungkus "kebohongan" secara akademik dalam teori ilmiah dan hypotesa
serta analisa, lalu melemparnya dalam forum-forum dialog nasional maupun
internasional.
Dengan
menggunakan sarana canggih dan metode modern serta tekhnik mutakhir,
maka penampilan mereka sangat meyakinkan sebagai cendikiawan dan
intelektual yang sepertinya "cerdas".
Hasilnya, bodoh tapi tampak pintar, bohong tapi tampak benar, ngawur tapi tampak jujur, khianat tapi tampak amanat. Itulah "Ngibul Yakin" kaum Liberal.
Hasilnya, bodoh tapi tampak pintar, bohong tapi tampak benar, ngawur tapi tampak jujur, khianat tapi tampak amanat. Itulah "Ngibul Yakin" kaum Liberal.
NGIBUL AQIDAH
Kaum
Liberal mengaku sebagai Islam, bahkan mengklaim sebagai pengikut "Ahlus
Sunnah wal Jama'ah". Mereka menyusup ke berbagai kalangan umat Islam,
bahkan tak jarang mereka "mencatut" nama besar NU dan Muhammadiyah atau
Ormas Islam lainnya untuk menjustifikasi kesesatan mereka. Padahal, NU
dan Muhammadiyah bukan Liberal. Bahkan kita semua tahu, bahwa NU dan
Muhammadiyah adalah Ormas Islam yang terkenal dengan keistiqomahannya
dalam berpegang kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Kepada
kalangan NU, kaum Liberal menjual dagangan "Islam Kultural" yang
mengusung "Islam yang Indonesiawi" bukan "Indonesia yang Islami",
sehingga Islam bebas ditafsirkan sesuai latar belakang kultur
masing-masing. Sedang kepada kalangan Muhammadiyah, kaum Liberal
menjajakan dagangan "Islam Progesif" yang mengusung modernitas dan
pembaharuan, sehingga penafsiran Islam disesuaikan dengan selera manusia
pada zamannya.
Kepada
kalangan mahasiswa dan generasi muda, kaum Liberal menawarkan "Islam
Bebas" yang mengusung kebebasan tanpa batas. Dalam jurnal "Justisia"
yang dikeluarkan oleh Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Walisongo -Semarang, edisi 23 Tahun XI / 2003, dimuat sejumlah
tulisan dengan judul-judul : Historisitas Qur'an - Pengantar menuju
Desakralisasi (Redaksi), Studi Kritik Qur'an dan Qur'an Perangkap Bangsa
Quraisy (keduanya tulisan M. Kholidul Adib), Pembukuan Qur'an oleh
Usman - Sebuah Fakta Kecelakaan Sejarah (Tedi Kholiludin), Kritik
Ortodoksisme - Mempertanyakan Ketidak-kreatifan Generasi Pasca Muhammad
(Iman Fadhilah), Kesucian Palsu sebuah Kitab (Sumanto Qurtubi). Semua
tulisan tersebut menyerang Al-Qur'an secara vulgar, yang intinya bahwa
Al-Qur'an hanya produk budaya dan sejarah yang tidak suci dan tidak
sakral, bahkan sudah tidak asli lagi.
Dalam
acara penyambutan mahasiswa baru di Universitas Islam Negeri Sunan
Gunung Djati (UIN SGD) - Bandung pada tahun 2004, para mahasiswa baru
disambut dengan ucapan : "Selamat bergabung di area bebas Tuhan".
Kemudian acara tersebut ditutup dengan suara lantang : "Kita dzikir
bersama, anjinghu Akbar!" Begitukah cara Liberal mendemonstrasikan
keislamannya ?! Itukah aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah versi Liberal ?!
NGIBUL SYARIAT
Judul utama jurnal "Justisia" edisi 25 tahun XI / 2004 tertulis
di cover depan : "Indahnya perkawinan sesama jenis". Sesuai judulnya,
seluruh isi edisi tersebut adalah propaganda Homosexual dan Lesbianisme.
Dengan menggunakan ayat dan hadits, kaum Liberal berupaya untuk
menghalalkan perkawinan sesama jenis. Tanpa punya rasa malu mereka
mengajak dan menyerukan umat untuk menerima Homo dan Lesbi. Secara
terbuka mereka menentang agama dan menantang Allah SWT.
Pada
kolom Redaksi halaman 1, pada alinea terakhir tertulis sebagai berikut :
"Lantas, kenapa pernikahan homoseksual dilarang padahal justru ada
kemashlahatan, khususnya bagi diri si homoseks dan umumnya bagi umat
manusia yang kini dilanda krisis? Hanya orang primitif saja yang melihat
perkawinan sejenis sebagai sesuatu yang abnormal dan berbahaya. Bagi
kami, tiada alasan kuat bagi siapa pun dengan dalih apa pun untuk
melarang perkawinan sejenis. Sebab, Tuhan pun sudah maklum, bahwa
proyeknya menciptakan manusia sudah berhasil bahkan kebablasan. Jika
dulu Tuhan mengutus Luth untuk menumpas kaum homo karena mungkin bisa
menggagalkan proyek Tuhan dalam penciptaan manusia (karena manusia waktu
itu masih sedikit), maka Tuhan sekarang perlu mengutus "Nabi" untuk
membolehkan kawin sejenis supaya mengurangi sedikit proyek Tuhan
tersebut. Itu kalau Tuhan masih peduli dengan alam-Nya. Bagi kami, jalan
terus kaum homoseks. Anda di jalan yang benar."
Seorang
Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN SH) -
Jakarta, Musdah Mulia, dalam jurnal "Perempuan 58" dalam wawancara
eksklusifnya secara terus terang menghalalkan Lesbianisme dengan dalih
bahwa Allah hanya melihat taqwa, bukan orientasi seksual manusia. Di
halaman 127 dalam jurnal tersebut, dia menyatakan : "Tidak ada perbedaan
antara lesbian dan bukan lesbian di hadapan Tuhan. Tuhan melihat
manusia semata-mata berdasarkan takwa, bukan pada suku, agama dan
orientasi seksualnya." Selanjutnya dia menyatakan keyakinannya :
"Seorang lesbian yang bertakwa akan mulia di sisi Allah, saya yakin itu.
"
Jauh
sebelum itu, Musdah Mulia pernah membuat Draft Counter Legal -
Kompilasi Hukum Islam, yang isinya usulan perubahan pasal-pasal soal
perkawinan dan warisan, seperti polygami harus dilarang, wanita harus
punya hak talaq, waris anak laki dan perempuan harus sama, suami yang
bercerai harus ada masa 'iddah juga seperti wanita, dan sebagainya.
Hasil dari "Ngibul Syariat" yang dilontarkan di berbagai kesempatan dan
pelbagai media, Musdah Mulia dinilai sebagai wanita paling berani di
Asia Tenggara, sehingga pada Maret 2007 mendapat penghargaan
"International Women of Courage Award" dari Amerika Serikat. Begitukah
Syariat Islam yang diajarkan kaum Liberal?! Begitukah cara Liberal
"berhujjah" dalam mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram?!
Kaum
Liberal menyatakan bahwa Fiqih merupakan belenggu kehidupan, sekaligus
sebagai penebar kebencian terhadap non muslim, sebagaimana yang mereka
tuliskan dalam Kata Pengantar maupun Muqaddimah buku sesat "Fiqih Lintas
Agama". Padahal, semua Ulama sepakat bahwasanya justru dengan memahami
Fiqih secara benar merupakan salah satu cara membebaskan diri dari hawa
nafsu, sekaligus umat Islam akan tahu kewajibannya terhadap umat
beragama lain, sehingga akan lebih menjamin toleransi antar umat
beragama. Selain itu, justru "Fiqih Lintas Agama" yang digadang-gadang
Liberal merupakan "Fiqih Gadungan" yang penuh kepalsuan. Buku "Fiqih
Lintas Agama" merupakan bukti autentik bahwa Liberal telah melakukan
"Ngibul Syariat".
Masih
dalam Muqaddimah yang sama, kaum Liberal menyatakan bahwa Imam Syafi'i
adalah penyebab kebekuan berfikir umat. Padahal, semua Ulama mengakui
kebesaran Imam Syafi'i sebagai peletak Ilmu Ushul Fiqih yang merupakan
kunci pintu ijtihad, sehingga justru Imam Syafi'i lah pahlawan yang
menjaga umat agar tidak masuk dalam kubangan kebekuan berfikir. Imam
Ahmad pernah mengatakan : "Kaana Al-Fiqhu Quflan 'alaa Ahlihi hattaa
Fatahahu Allahu bi Asy-Syafi'i" artinya "Dulu Fiqih itu tertutup (sulit
dikembangkan) oleh para Ahlinya sehingga Allah membukanya dengan
Syafi'i." Adakah Liberal lebih saleh dan lebih cerdas dari ulama Salaf
dalam menilai Imam Syafi'i ?! Atau memang Liberal lebih hebat dari pada
Imam Syafi'i ?!
Ada
lagi yang lebih parah, dalam buku sesat lainnya "Lubang Hitam Agama"
halaman 70, penulisnya menyatakan : "..., buah Syariat Islam bukannya
manusia-manusia suci, saleh dan agung, tapi justru menciptakan
gerombolan mafia dan "anjing-anjing" penjilat kekuasaan." Begitukah cara
Liberal "mengibuli" umat tentang makna Syariat Islam ?! Begitukah cara
Liberal memfitnah Syariat Islam dengan mengatas-namakan agama ?!
Kaum
Liberal telah berhasil membuat stigma bahwa Perguruan Tinggi Islam
Negeri (PTIN) adalah "Markas Liberal", bahkan mereka berupaya agar
Fakultas Syariah menjadi ujung tombaknya. Padahal, di pelbagai PTIN
masih sangat banyak Rektor, Dekan, Guru Besar dan Dosen serta Mahasiswa
yang istiqomah di jalan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Mereka sangat anti
Liberal, hanya saja suara para akademisi lurus ini sengaja dibungkam,
dan tak satu pun media yang tertarik menampilkannya, apalagi mendapat
penghargaan asing.
NGIBUL MADZHAB
Dalam konsep "memakhluqkan" Al-Qur'an, Liberal mengklaim sejalan dengan Mu'tazilah.
Padahal, konsep
Mu'tazilah memakhluqkan Al-Qur'an dengan menisbahkannya kepada Allah
SWT, sehingga pengertiannya bahwa Al-Qur'an adalah makhluq ciptaan Allah
SWT. Sedang konsep Liberal memakhluqkan Al-Qur'an dengan menisbahkannya
kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga pengertiannya bahwa Al-Qur'an adalah
makhluq ciptaan Nabi Muhammad SAW. Adapun Ahlus Sunnah wal Jama'ah
menegaskan bahwa Al-Qur'an bukan makhluq, tapi Kalamullah yaitu Firman
yang datang dari Allah SWT.
Dalam
konsep "Nabi tidak buta huruf", Liberal mengklaim sejalan dengan Syiah.
Padahal, konsep Syiah tentang Rasulullah SAW bisa baca tulis dimotivasi
oleh "niat baik" untuk memuliakan Nabi SAW. Sedang konsep Liberal
tentang Rasulullah SAW bisa baca tulis dimotivasi oleh "niat jahat"
untuk menguatkan tuduhan keji bahwa Al-Qur'an ditulis oleh Nabi Muhammad
SAW. Ada pun Ahlus Sunnah wal Jama'ah menegaskan bahwa Rasulullah SAW
adalah seorang Nabi yang "Ummi" yaitu tak bisa baca tulis sesuai dalil
naqli yang shahih dan sharih. Bagi Ahlus Sunnah "ke-ummi-an" Rasulullah
SAW bukan kekurangan atau sifat rendah dan tercela, bahkan merupakan
"Mu'jizat" tersendiri yang lebih menguatkan bahwa Al-Qur'an bukan
buatannya, sekaligus melemparkan hujjah Liberal ke tong sampah.
Dalam
konsep "Pluralisme", Liberal mengklaim sejalan dengan madzhab pemikiran
Ibnu Rusyd. Padahal, Ibnu Rusyd tidak pernah menyatakan semua agama
sama benar, apalagi mencampur-adukkan agama. Ibnu Rusyd seorang Ahlus
Sunnah sejati bermadzhab Maliki. Justru, dalam sejarah Islam yang
pertama kali menawarkan pencampur-adukkan ibadah antar agama adalah Abu
Jahal cs, tatkala mendatangi Rasulullah SAW dan menawarkan perdamaian
antar Islam dan Musyrik dalam bentuk beribadah secara bergilir kepada
Allah SWT dan berhala sesembahan kaum Musyrikin, lalu turun Surat
Al-Kafirun sebagai jawabannya. Jadi, Abu Jahal layak dinobatkan sebagai
"Bapak Pluralisme Dunia", sehingga kaum Liberal sebagai pengusung
Pluralisme layak disebut sebagai pengikut setia Abu Jahal.
NGIBUL DALIL
Kaum
Liberal meragukan otentisitas Al-Qur'an sebagai Kitab Suci yang asli
dan autentik dengan dalih di samping Mush-haf Utsman terdapat aneka
Mush-haf tandingan di zaman para Shahabat, seperti Mush-haf Ali, Anas,
Ubay, Abu Musa dan Ibnu Mas'ud, rodhiyallaahu 'anhum. Kaum Liberal
mensinyalir bahwa tatkala pemusnahan mush-haf para Shahabat saat
penghimpunan Al-Qur'an di zaman Khalifah Utsman RA, Ibnu Mas'ud RA
menolak pemusnahan mush-hafnya. Menurut kaum Liberal bahwa peristiwa
tersebut menunjukkan ada sesuatu yang tidak beres dengan Mush-haf
Utsman, sehingga menjadi pertanyaan sejarah hingga kini. Padahal, tidak
ada satu pun Shahabat yang meragukan atau protes terhadap Mush-haf
Utsman, termasuk Ibnu Mas'ud RA. Dalam riwayat disebutkan, pada awalnya
Ibnu Mas'ud RA memang menolak pemusnahan mush-hafnya karena alasan
pribadi, namun akhirnya beliau menyesal dan meminta maaf, lalu
memusnahkan mush-hafnya, dan ikut merujuk kepada Mush-haf Utsman
sebagaimana Shahabat yang lain. Jadi, semua Shahabat telah Ijma'
menyepakati otentisitas isi kandungan Mush-haf Utsman sebagai Kitab Suci
kaum muslimin.
Kaum
Liberal menolak penerapan Syariat Islam dan menjadikan "Piagam Madinah"
sebagai rujukan "Pluralisme". Padahal, "Piagam Madinah" justru
merupakan rujukan "Pluralitas" dalam naungan penerapan Syariat Islam. Di
zaman itu, dengan "Piagam Madinah" masyarakat non muslim hidup
berdampingan secara damai dengan umat Islam, dan pada saat yang sama
semua non muslim tunduk dan patuh pada penerapan Syariat Islam di Negara
Madinah yang dipimpin Rasulullah SAW. Saat itu, muslim atau pun non
muslim yang mencuri dipotong tangannya, zani muhshon dirajam hingga
mati, zani ghoir muhshon dicambuk dan diasingkan, pembunuh diqishosh
atau terkena diyat, dan sebagainya.
Kaum
Liberal menolak pembubaran Ahmadiyah dengan dalih bahwa Rasulullah SAW
tidak memerangi Musailamah yang mengaku sebagai nabi, tapi hanya
menda'wahkannya saja. Padahal, disamping Rasulullah SAW mengirim para
Shahabatnya untuk menyadarkan Musailamah melalui da'wah, beliau juga
menyatakan kepada dua utusan Musailamah bahwa andaikata utusan boleh
dibunuh niscaya Nabi SAW akan membunuh mereka, dan Nabi SAW melalui
kedua utusan tersebut menyampaikan pesan untuk Musailamah agar taubat
atau Nabi mengancam akan memeranginya.
Kejadian
tersebut berlangsung di akhir kehidupan Nabi SAW, sehingga sebelum
sempat Rasulullah SAW mengirim pasukan untuk memerangi Musailamah,
beliau wafat. Namun Khalifah Abu Bakar RA dengan Ijma' para Shahabat
menuntaskan rencana Nabi SAW dengan mengirimkan pasukan yang dipimpin
oleh Saifullah Khalid ibnul Walid RA untuk menumpas Nabi Palsu
Musailamah dan pengikutnya. Akhirnya, Musailamah Al-Kadzdzab dan 40.000
(empat puluh ribu) pengikutnya terbunuh sebagai kaum murtad di ujung
pedang kaum muslimin.
Selain
itu, masih ada Abhalah Al-Aswad Al-'Ansi, seorang dukun berkulit hitam
di Yaman yang juga mengaku nabi. Saat itu, Rasulullah SAW menyurati kaum
muslimin di Yaman agar mengajak si nabi palsu taubat atau dihabisi.
Akhirnya, si nabi palsu yang tetap membangkang tersebut dibunuh oleh
pemuda muslim bernama Fairuz sebulan sebelum Nabi wafat. Rasulullah SAW
pun bersyukur kepada Allah SWT dan memuji si pemuda.
Begitulah
kaum Liberal yang suka "ngibul" dalam memaparkan dalil dan hujjah.
Nampaknya "ngibul" sudah menjadi platform kaum Liberal, sehingga Liberal
layak disebut "Si Raja Ngibul".
NGIBUL ISTILAH
Kaum
Liberal menabuh genderang "perang terminologi" terhadap gerakan Islam
pro penerapan Syariat Islam. Kaum Liberal menciptakan berbagai istilah
sesuka hati mereka, dan mengartikannya semau mereka. Kaum Liberal
mengistilahkan gerakan Islam sebagai "preman berjubah", padahal mereka
adalah "preman berjas" atau "preman berdasi". Kaum Liberal
mengistilahkan gerakan Islam sebagai "kelompok radikal" padahal mereka
"Biang Radikal". Kaum Liberal mengistilahkan gerakan Islam sebagai
ekstrimis, anarkis dan teroris, padahal mereka "Super Ekstrim" dan "Over
Anarkis" serta "Maestro Teroris".
Saat
terjadi pertikaian antara NU dan Muhammadiyah di satu pihak dengan HTI
dan PKS di pihak lain tentang issue pengambil alihan masjid-masjid NU
dan Muhammadiyah oleh aktivis HTI dan PKS di berbagai daerah. Lalu
perselisihan tersebut melebar kepada persoalan "Transnasional", saya
sangat bisa memaklumi. NU dan Muhammadiyah sebagai
organisasi dalam negeri produk lokal asli menengarai bahwa HTI dan PKS
adalah organisasi kepanjangan tangan luar negeri yang memiliki agenda
internasional tersendiri. Bagi saya, itu persoalan perbedaan sudut
pandang yang harus diselesaikan dengan dialog dari hati ke hati. Namun
urusan menjadi semakin runyam tatkala kelompok Liberal "ndombleng"
dalam pertikaian tersebut, mereka memperuncing masalah untuk mengadu
domba antar NU bersama Muhammadiyah di satu pihak dan HTI bersama PKS di
pihak lain.
Kaum
Liberal menjadikan istilah "Transnasional" sebagai alat untuk membentuk
stigma bahwasanya semua ormas Islam yang pro penerapan Syariat Islam
adalah kepanjangan tangan asing, dalam hal ini Timur Tengah. Dalam
rangka mempatenkan istilah tersebut untuk semua gerakan Islam yang pro
penerapan Syariat Islam, kaum Liberal menerbitkan sebuah buku berjudul
"Ilusi Negara Islam - Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di
Indonesia", isinya adu domba umat Islam.
Lucu
sekali, kaum Liberal menuduh gerakan Islam sebagai kepanjangan tangan
asing. Padahal, kaum Liberal sendiri adalah "Antek Asing" yang secara
terang-terangan menjalankan agenda asing untuk kepentingan asing dengan
bantuan dana asing. Maling teriak maling ! Itulah ungkapan yang tepat
untuk Liberal dalam soal Transnasional.
NGIBUL WAWASAN
Kaum
Liberal mengklaim bahwa mereka adalah pejuang kebebasan berkeyakinan
dan beragama. Padahal, dengan konsep pluralisme, multikulturalisme dan
inklusivisme yang diusung kaum Liberal, mereka "melarang" umat beragama,
termasuk Islam, mengklaim agamanya yang paling benar, dan "memaksa"
untuk mengakui kebenaran agama lain. Lucu, orang "dipaksa" mengakui
kebenaran suatu agama yang tidak diyakininya. Ironis, "pejuang
kebebasan" justru merampas "kebebasan" orang untuk meyakini agamanya
yang paling benar dan selain agamanya tidak benar.
Kaum
Liberal mengklaim bahwa mereka adalah generasi "pembuka pintu Ijtihad".
Padahal, sepanjang sejarah Islam, sejak zaman Nabi SAW hingga kini,
pintu Ijtihad tidak pernah tertutup atau pun ditutup, dan tak ada Ulama
atau pun Madzhab yang menutupnya. Hanya saja para Ulama telah Ijma'
bahwa tidak sembarang orang boleh Ijtihad, tapi hanya mereka yang
memenuhi syarat berijtihad. Sedang konsep Ijtihad kaum Liberal
membolehkan siapa saja untuk berijtihad, tanpa batasan dan syarat.
Akhirnya orang-orang bodoh dari kalangan Liberal seenaknya mengobok-obok
Al-Qur'an dan As-Sunnah dengan dalih Ijtihad. Jadi, kaum Liberal layak
disebut sebagai generasi "penghancur pintu Ijtihad".
Kaum
Liberal mengklaim bahwa mereka adalah kelompok yang mengedepankan
dialog dan bersikap santun dalam berargumen, menghargai pendapat lawan
dan anti kekerasan. Bahkan dengan bangga kaum Liberal selalu
mengemukakan siap membela lawan pendapat dalam kebebasan berbeda
pendapat. Padahal, kaum Liberal tidak pernah menghargai dialog dan tidak
ada kesantunan dalam berargumen, selalu melecehkan pendapat lawan dan
suka betul dengan kekerasan pemikiran dan ucapan bahkan tindakan.
Buktinya,
seperangkat perundang-undangan yang dihasilkan dari "hasil dialog"
panjang antar berbagai elemen dan instansi tidak pernah mereka hargai,
seperti UU Penodaan Agama, UU Pornografi dan UU Perjudian. Bahkan semua
UU "produk dialog" anak bangsa tersebut mereka gugat melalui yudicial
review di Mahkamah Konstitusi RI, hingga akhirnya gugatan mereka
dikalahkan. Setelah gugatan mereka dikalahkan, tetap saja mereka
mendukung dan membela para pelanggar UU "buah dialog" anak negeri
tersebut. Lihat saja pembelaan mereka untuk aneka aliran sesat, ajang
pornografi dan rencana lokalisasi perjudian, yang semuanya telah
nyata-nyata bertentangan dengan UU yang merupakan "jerih payah dialog"
bangsa dan negara. Belum lagi perda-perda anti ma'siat yang sering
disebut "perda syariat", walau pun belum murni syariat, mereka
caci-maki, tolak, demo dan tuntut pembatalannya. Padahal perda-perda
tersebut lahir dari "dialog" putra bangsa di berbagai daerah. Begitukah
cara Liberal mengedepankan dan menghargai dialog ?!
Bukti
lainnya, kaum Liberal senang sekali menghina gerakan Islam dengan
berbagai istilah melecehkan seperti sebutan preman berjubah, radikalis,
ekstrimis, anarkis, teroris, dan sebagainya. Dan kaum Liberal sering
"mengarab-arabkan" ajaran Islam, bahkan menyerang ajaran Islam. Lihat
saja, sebuah buku karangan Arab Liberal, Muhammad Syahrur, yang berjudul
"Dirasat Islamiyyah Mu'ashirah fi Ad-Daulah wa Al-Mujtama', yang
artinya "Studi Islam Modern tentang negara dan masyarakat" diterjemahkan
oleh kalangan Liberal dengan judul "Tirani Islam" dengan gambar cover
"Bintang Bulan Berduri" yang diterbitkan oleh LKiS. Islam disebut
"Tirani" dan Bintang Bulan yang biasa digunakan sebagai simbol Islam
diberikan "Duri". Begitukah sikap santun Liberal ?! Begitukan cara
Liberal menghargai lawan pendapatnya ?!
Soal
Liberal anti kekerasan, hanya omong kosong. Faktanya, pemikiran dan
ucapan mereka sangat anarkis, penuh caci-maki dan penghinaan, bahkan
yang dilecehkan bukan saja lawan pendapatnya, tapi mereka arahkan
penistaan langsung kepada Allah, Nabi, Kitab Suci, Agama dan Ulama,
sebagaimana telah saya paparkan dalam tulisan-tulisan sebelumnya. Ada
pun anarkis tindakan, fakta bicara bahwa mereka sering mengadu-domba
ormas Islam dan Kelompok Nasionalis. Selain itu, saat sidang saya
berlangsung di PN Jakarta Pusat tahun 2008 terkait Insiden Monas,
kalangan Liberal mengerahkan "preman bayaran" yang diberikan baju
bertuliskan "Banser" untuk melakukan serangan dengan senjata tajam,
setelah diselidiki ternyata mereka "Banser Palsu". Bahkan di berbagai
daerah gerombolan Liberal juga mengerahkan "preman bayaran" untuk
menyerang sejumlah kantor cabang ormas-ormas Islam, bahkan rumah tinggal
para aktivis Islam yang pro RUU Pornografi ketika itu.
Peristiwa
terbaru adalah bagaimana kaum Liberal memanfaatkan warga NU di Jombang
untuk menolak pegelaran peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW oleh FPI
Jawa Timur pada Ahad 24 April 2011. Bahkan mereka menebar ancaman akan
membubarkan secara paksa acara tersebut. Lucu, Liberal mengajak warga NU
untuk anti peringatan Maulid. Tentu saja upaya jahat Liberal tersebut
gagal, justru akhirnya ribuan warga NU dan FPI berbaur memperingati
maulid bersama dengan khusyu' hingga tengah malam. Begitukah cara
Liberal "Anti Kekerasan" ?!
NGIBUL OPINI
Kaum
Liberal selalu mengklaim bahwa mereka adalah komunitas yang selalu
mengutamakan "Tabayyun" dalam setiap kasus dan peristiwa. Padahal,
sepanjang sejarah gerakan Islam di Indonesia, tak seorang aktivis
Liberal pun yang pernah melakukan "tabayyun" terhadap berbagai peristiwa
yang dituduhkan kepada gerakan Islam. Bahkan kaum Liberal justru sering
memanfaatkan aneka issue yang memojokkan Islam untuk menggebuki gerakan
Islam. Kalau perlu, kaum Liberal tak segan-segan menciptakan issue dan
menebar fitnah untuk menghancurkan gerakan Islam dengan stigmaisasi
"opini" yang sesat dan menyesatkan.
Lihat
saja, dalam peristiwa Ambon dan Poso, kaum Liberal ikut membangun
"Opini" jahat yang memfitnah dan menyalahkan umat Islam. Padahal, awal
mulanya umat Islam dibantai dan dihabisi. Dalam peristiwa Purwakarta,
kaum Liberal memfitnah FPI mengusir Gus Dur untuk mengadu-domba FPI dan
NU, yang akhirnya Gus Dur sendiri yang membantah issue pengusiran
tersebut. Dalam peristiwa Banyuwangi, kaum Liberal lagi-lagi memfitnah
FPI membubarkan kunjungan kerja anggota DPR RI dari PDIP dengan tujuan
adu domba antara FPI dan PDIP, yang akhirnya terungkap bahwa FPI tidak
terlibat sama sekali. Begitukah cara Liberal mengutamakan tabayyun ?! Dasar Tukang Ngibul !
Dalam
Insiden Monas 1 Juni 2008, ada yang menarik, berdasarkan kesaksian
"warga Ahmadiyah" dari luar kota yang dihadirkan oleh AKKBB (Aliansi
Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan) yaitu sebuah
Aliansi Cair yang menghimpun tidak kurang dari 65 Organisasi, LSM,
Kelompok Aliran dan Keagamaan yang "Anti Syariat Islam", terungkap bahwa
mereka diajak AKKBB untuk "tamasya" ke Monas lalu ke Ancol, bukan untuk
demo. Ada lagi sejumlah pemuda jalanan yang mendatangi Markaz FPI untuk
meminta maaf dan menyatakan penyesalan atas keterlibatan mereka dalam
Insiden Monas karena tergiur "bayaran" dari AKKBB. Ternyata mereka hanya
dijadikan tameng untuk dikorbankan oleh AKKBB demi kepentingan
pembentukan "Opini".
Majalah
Dumas (Duta Masyaraka) edisi 02 tanggal 15 April - 14 Mei 2011,
mewawancarai Ulil Abshar dengan pertanyaan yang "nyinyir" beraroma
fitnah terhadap gerakan Islam : "Ini terkait bom buku. Apakah anda
percaya bahwa pelakunya adalah kelompok Islam garis keras, yang selama
ini kritis pada anda, seperti Athian Ali (FUI) dan sejenisnya, kayak FPI
yang kerap dengan mudah menghukumi "kafir" para orang yang beda
pendapat ?" Penggiringan "Opini" tentang FPI dan para sahabatnya dari
berbagai Ormas Islam sebagai kelompok "Takfiiriyyah" yang mudah
mengkafirkan orang lain, merupakan pembusukan yang sering dilakukan kaum
Liberal terhadap FPI dan kawan-kawan. Entah sudah berapa banyak kaum
Liberal dan sudah berapa ribu kali mereka melontarkannya di berbagai
kesempatan untuk melakukan penyesatan "opini" macam itu. Pada saat yang
sama Liberal membangun opini bahwa komunitas mereka dalam konteks
beragama sama dengan NU dan Muhammadiyah, hanya saja masyarakat tidak
mengerti arti Liberal, sebagaimana dinyatakan Ulil dalam wawancara
tersebut.
Padahal,
masyarakat saat ini sangat mengerti apa dan bagaimana Liberal. Dan
masyarakat juga sudah tahu bahwa FPI dan kawan-kawan tidak sembarangan
mengkafirkan orang. Buktinya, pasca peristiwa pembubaran acara Temu
Kangen PKI di Banyuwangi - Jawa Timur oleh umat Islam,
Ulil menuduh FPI dan langsung mendeklarasikan "FPI Tandingan". Lalu
pasca peristiwa bentrok Ahmadiyah dan umat Islam di Cikeusik - Banten,
serta merta Yeni Wahid mengait-ngaitkan dengan FPI dan langsung juga
mendeklarasikan "FPI Tandingan". Namun, kedua FPI Tandingan yang
dideklarasikan kaum Liberal tersebut "Tidak Laku", karena masyarakat
sudah tahu "belang" Liberal dan kebobrokannya. Alhamdulillaah.
FPI
hanya mengkafirkan kelompok yang memang harus dikafirkan. Bagi FPI yang
merupakan Ormas Islam yang beraqidahkan Ahlus Sunnah wal Jama'ah
bahwasanya "mengkafirkan kekafiran" hukumnya adalah wajib. Misalnya, FPI
mengkafirkan semua agama di luar Islam karena begitulah petunjuk
Al-Qur'an dan As-Sunnah. Lalu FPI mengkafirkan Ahmadiyah karena mereka
mengklaim ada Nabi baru setelah Nabi Muhammad SAW dan ada Kitab Suci
baru setelah Al-Qur'an. Termasuk FPI mengkafirkan Liberal karena mereka
mengklaim semua agama sama benar, dan memfitnah Al-Qur'an sebagai hasil
kongkalikong antara Muhammad dan para Shahabatnya, serta paham sesat
Liberal lainnya yang telah saya uraikan dalam lima tulisan
berturut-turut di Suara Islam sebelumnya dengan judul-judul : Liberal
Musuh Besar Islam, Liberal lebih Iblis daripada Iblis, Liberal Gerakan
Onani Pemikiran, Liberal Gerombolan Rasis dan Fasis, Liberal Antek
Asing, dan kini Liberal Ngibul Yakin. Insya Allah, yang akan datang akan
ada tulisan saya lagi dengan judul "Liberal Kesesatan atas nama agama".
Apa masih kurang jelas tentang kesesatan dan kekafiran Liberal ?!
LIBERAL TUKANG NGIBUL
Dengan
fakta-fakta di atas, jelas sekali bahwasanya kaum Liberal itu "Tukang
Ngibul". Bisa jadi berbohong di kalangan Liberal hukumnya "wajib" demi
kepentingan "sesat" mereka. Karenanya, jika mendengar atau membaca
pernyataan Liberal tentang suatu "referensi", atau mereka membawa suatu
berita, jangan dipercaya, karena mereka pembohong, pendusta dan penipu.
Bisa jadi kaum Liberal berani bicara menyebut bahwa pernyataannya
berdasarkan pendapat imam anu, dari referensi anu, ada di kitab anu, di
halaman anu dan anu, atau dari sumber anu, namun ternyata setelah
dicheck tidak ada alias "bodong". Karenanya, bodoh sekali kalau kita
percaya dengan "Liberal Si Tukang Ngibul".
Ya Allah..., lindungi kami dari kebohongan Liberal, dan selamatkan kami dari kejahatan ngibulnya.
Penulis: Habib Muhammad Rizieq Syihab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar