Setelah menerbitkan buku “Confessions of an Economic Hitman”
(2004), John Perkins mendapat banyak kunjungan dari berbagai lapisan
masyarakat, dan mereka kebanyakan meminta agar Perkins melanjutkan
bukunya dengan berbagai keterangan yang jauh lebih jujur dan berani.
Salah satunya—seperti yang ditulis Perkins dalam pengantar “Pengakuan
Bandit Ekonomi: Kelanjutan Kisah Petualangannya di Indonesia &
Negara Dunia Ketiga” (2007) —meminta dirinya agar memaparkan arti kata
“Imperium” dengan sederhana, agar banyak orang terbuka kesadarannya.
Perkins
menulis jika Imperium adalah negara-bangsa yang mendominasi
negara-bangsa lainnya dan menunjukkan satu atau lebih ciri-ciri
berikut:
1. Mengeksploitasi sumber daya dari negara yang didominasi,
2. Menguras sumber daya dalam jumlah yang tidak sebanding dengan jumlah penduduknya jika dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain,
3. Memiliki angkatan militer yang besar untuk menegakkan kebijakannya ketika upaya halus gagal,
4. Menyebarkan bahasa, sastra, seni, dan berbagai aspek budayanya ke seluruh tempat yang berada di bawah pengaruhnya,
5. Menarik pajak bukan hanya dari warganya sendiri, tapi juga dari orang-orang di negara lain, dan
6. Mendorong penggunaan mata uangnya sendiri di negara-negara yang berada di bawah kendalinya.
Perkins
menulis, “Semua ciri imperium global itu ada pada AS.” Dengan kata
lain, Amerika Serikat adalah Imperium Global di masa sekarang. Sebagai
mantan tim perusak ekonomi—diistilahkannya sendiri sebagai “The Economic Hit Men”—Perkins
dengan berani mengungkapkan kesaksiannya jika dewasa ini negara-negara
dunia ketiga, alias negara terkebelakang, merupakan jajahan Imperium AS,
termasuk Indonesia.
Jika penguasanya disebut “Empire” atau “Emperor”, maka sistem yang berlaku adalah Imperialisme.
Menurut
definisi Wikipedia, Imperialisme ialah sebuah kebijakan di mana sebuah
negara besar dapat memegang kendali atau pemerintahan atas daerah lain
agar negara itu bisa dipelihara atau berkembang. Sebuah contoh,
imperialisme terjadi saat negara-negara itu menaklukkan atau menempati
tanah-tanah itu .
Perkataan
Imperialisme muncul pertama kali di Inggris pada akhir abad XIX.
Disraeli, perdana menteri Inggris, menciptakan politik ekspansif yang
bernafsu meluaskan pengaruh kerajaan Inggris hingga ke seluruh dunia.
Disraeli mendapat tentangan. Golongan oposisi ini takut kalau-kalau
politik Disraeli itu akan menimbulkan beragai krisis internasional. Kaum
oposisi ini disebut golongan "Little England"
dan golongan Disraeli (bersama Joseph Chamberlain dan Cecil Rhodes)
disebut golongan "Empire" atau golongan "Imperialisme". Timbulnya
perkataan imperialis atau imperialisme, mula-mula hanya untuk
membeda-bedakan golongan Disraeli dari golongan oposisinya, namun dalam
perkembangannya istilah ini meluas hingga seperti yang dikenal sekarang
ini.
Imperare
Istilah imperialisme berasal dari kata Latin "imperare" yang artinya "memerintah". Hak untuk memerintah (imperare)
disebut "imperium". Orang yang diberi hak itu (diberi imperium) disebut
"imperator". Yang lazimnya diberi imperium itu ialah raja, dan karena
itu lambat-laun raja disebut imperator dan kerajaannya (ialah daerah
dimana imperiumnya berlaku) disebut imperium.
Pada
zaman dahulu kebesaran seorang raja diukur menurut luas daerahnya, maka
raja suatu negara ingin selalu memperluas kerajaannya dengan merebut
negara-negara lain. Tindakan raja inilah yang disebut imperialisme oleh
orang-orang sekarang, dan kemudian ditambah dengan pengertian-pengertian
lain hingga perkataan imperialisme mendapat arti-kata yang kita kenal
kini.
Di
zaman dahulu, tindakan untuk menguasai suatu wilayah kerajaan selalu
menggunakan senjata api atau peperangan. Namun sekarang tidak selalu.
Sekarang, penguasaan bisa dilakukan dengan kekuatan ekonomi, kultur,
agama, pendidikan, dan ideologi. Dan tentu saja, perang sebagai alat
terakhir seperti yang menimpa Irak dan Afghanistan.
Indonesia Under Imperialisme
Indonesia
sekarang merupakan jajahan dari imperium asing. Mau melihat faktanya?
Ada cara yang paling sederhana dan mudah, lihatlah film pendek karya
John Pilger berjudul Globalisation: The New Rulers of the World.
Dalam film ini, Pilger dengan jujur memotret dan menelanjangi apa yang
disebut sebagai “Globalisasi”—eufimisme dari Imperialisasi—dan dampaknya
bagi rakyat Indonesia yang sangat dahsyat berupa kemiskinan dan
ketidakadilan.
Globalisasi
sesungguhnya hanyalah bungkus baru bagi “bangkai lama” bernama
Kolonialisme dan Imperialisme. Keduanya merupakan konsekuensi logis dari
sistem kapitalis yang tengah berkembang dengan cepat di Amerika dan
Eropa. Ada tiga hal yang diperlukan kaum kapitalis dunia di saat sistem
mereka maju dengan cepat, yakni sumber bahan mentah yang berlimpah,
tenaga kerja yang banyak dan murah, serta pasar yang luas.
Dan di Indonesia, semuanya dengan sempurna telah tersedia.
Sebab
itu, negeri kaya raya ini telah menjadi incaran kaum
kolonialis-imperialis sejak dulu sampai detik ini. Ironisnya, sejarah
mencatat jika proses kejahatan kemanusiaan yang besar ini ternyata
diawali oleh Paus Alexander VI dalam Tordesillas Treaty (1494) yang merestui Salib-Portugis dan Salib-Spanyol menjajah dunia di luar Eropa, dan mereka bertemu di Nusantara.
Indonesia,
sampai sekarang masih terjajah. Hanya Islam yang mampu membebaskannya,
dari segala belenggu penghambaan terhadap sesama mahluk. [Rz]