Kalangan
Liberal di Indonesia belum punya nyali untuk menyatakan diri sebagai
Liberal Sejati, tanpa membawa "embel-embel" agama. Kata "Islam" dan
"Muslim" acap kali mereka gandengkan dengan kata "Liberal", baik untuk
nama forum atau pun kajian, bahkan buat identitas kelompok. Kaum Liberal
tahu betul bahwa tanpa label "Islam", dagangan pemikiran sesat mereka
tidak akan laku di tengah negeri yang berpenduduk mayoritas muslim
beraqidahkan Ahlus Sunnah wal Jama'ah ini. Jangankan orang beli, tengok
pun tidak sudi.
Aneka
barang "loak" pemikiran yang mereka jual selalu dibungkus dengan nama
agama, dikemas dengan dalil agama, dan dihiasi dengan berbagai pendapat
kalangan ulama yang sudah mereka pelintir. Pelbagai simbol dan jargon
agama pun selalu mereka gunakan tanpa punya rasa malu, untuk mengelabui
umat yang masih polos dan lugu.
Di
zaman Sayyidina Ali RA, kaum Khawarij menggunakan ayat Al-Qur'an dan
Hadits untuk pembenaran pembangkangan mereka terhadap Khalifah, bahkan
untuk pengkafiran kaum muslimin yang tidak sepaham dengan mereka dan
penghalalan darah mereka. Menyikapi hal tersebut, Sayyidina Ali KRW
melontarkan ucapannya yang masyhur, yaitu : "Kalimatu Haqqin Yuroodu
Bihaa Baathil" artinya "Kalimat Haq yang dimaksudkan (disalah-gunakan)
untuk kebathilan." Manhaj Khawarij menjadi inspirasi bagi Liberal,
bahkan Liberal lebih parah dari pada Khawarij, karena Liberal terlalu
nekat mengkritik, memprotes, menentang dan membangkang terhadap Allah
SWT dan Rasulullah SAW, sesuatu yang tidak berani dilakukan Khawarij.
LIBERAL DAN ISLAM RAHMATAN LIL ALAMIN
Kaum
Liberal punya tafsir sendiri tentang "Islam Rahmatan Lil Alamin".
Menurut Liberal bahwa Islam sebagai agama yang "Rahmatan Lil Alamin"
harus menebar kasih sayang kepada semua umat beragama dengan segala
keyakinannya tanpa ada batasan mau pun sekat.
Atas
nama "Rahmatan Lil Alamin", kaum Liberal menekankan bahwasanya umat
Islam perlu ikut merayakan Hari-Hari Besar semua agama, sehingga
melahirkan kasih sayang dalam keharmonisan hubungan antar umat beragama.
Keikut-sertaan umat Islam dalam perayaan Hari-Hari Besar umat agama
lain tidak hanya sebatas menjaga kondusivitas agar umat agama lain aman
dan tenang dalam merayakan Hari Besar mereka, tapi juga harus ikut
secara aktif dalam perayaan tersebut. Tidak cukup juga hanya dengan
mengucapkan selamat, tapi juga harus berperan serta dalam menghidupkan
perayaan tersebut, seperti saling tukar hadiah, menyanyikan lagu-lagu
rohani, hingga doa bersama di rumah ibadah umat agama lain.
Atas
nama "Rahmatan Lil Alamin", bagi Liberal sangat baik dan bagus, jika
saat "Natal" para pegawai muslim di berbagai perusahaan di
Tanah Air secara suka rela memakai topi "Sinterklas" dalam tugasnya
atau memasang "Pohon Natal" di ruang kerjanya. Dan saat "Imlek",
masyarakat muslim juga harus rela untuk memasang lentera / lampion di
perkampungan mereka, serta harus rela juga di "Barongsai" kan.
Lalu saat "Nyepi" umat Islam mesti rela untuk tidak mengumandangkan
azan, bahkan wajib rela untuk ikut memadamkan lampu / pelita di dalam
rumahnya sendiri sekali pun.
Atas
nama "Rahmatan Lil Alamin", kaum Liberal mengkampanyekan kepada umat
Islam agar mengakui bahwasanya semua agama benar, dan semuanya pasti
masuk surga. Dan umat Islam harus menerima "kenyataan" bahwasanya Islam
hanya merupakan "salah satu" jalan dari sekian banyak jalan menuju
surga. Karenanya, umat Islam harus meyakini bahwa Muhammad, Yesus,
Budha, Brahma, Khonghuchu, dan manusia yang disucikan oleh semua agama
sedang menunggu umatnya masing-masing di pintu surga. Dengan demikian,
tidak perlu lagi umat Islam mengklaim agamanya yang paling benar atau
mengkritisi agama lain, apalagi berda'wah mengajak umat agama lain untuk
masuk ke dalam Islam. Dan semua ayat Al-Qur'an mau pun Hadits tentang
orang-orang "kafir" dianggap oleh kaum Liberal sebagai sesuatu yang
"diskriminatif" dan juga sudah "out of date", sehingga tafsirnya juga
harus dimodernkan.
Atas
nama "Rahmatan Lil Alamin", kaum Liberal menegaskan bahwasanya umat
Islam mesti menerima Sistem Demokrasi Barat agar "diridhoi" masyarakat
Internasional, sehingga harus secara suka rela meninggalkan penerapan
syariatnya. Mereka menekankan bahwasanya umat Islam harus tunduk kepada
"Suara Rakyat", karena suara rakyat adalah "Suara Tuhan", sehingga semua
produk hukum demokrasi yang bersumber dari suara rakyat pasti benar,
walau pun bertentangan dengan syariat. Bagi kaum Liberal, bukan zamannya
lagi umat Islam "ngotot" menerapkan syariat Islam, apalagi dalam
masyarakat heterogen. Dan bukan zamannya lagi, umat Islam menolak
kepemimpinan non muslim. Demi perdamaian dunia, umat Islam harus
mengedepankan "Kepentingan Internasional" dari pada kepentingan
agamanya. Bahkan umat Islam harus selalu "Husnu Zhonn" kepada pihak
Barat sebagai bukti Islam merupakan agama yang "Rahmatan Lil Alamin".
TAFSIR JALALAIN DAN TAFSIR JALANLAIN
Demikianlah,
kaum Liberal dalam penafsirannya tentang "Rahmatan Lil Alamin" tidak
lagi menggunakan tafsir Ulama Salaf mau pun Khalaf, bahkan tafsir
sepopuler "Tafsir Jalalain" pun yang singkat padat dan ringkas jelas
serta mu'tabar, tidak mereka tengok, karena mereka asyik dengan "Tafsir
Jalanlain" yang serbah aneh dan menyesatkan.
Kaum
Liberal tidak peduli dengan firman Allah SWT yang dengan tegas
menyatakan bahwasanya agama yang ada di sisi Allah SWT adalah Islam dan
bahwasanya agama yang diterima Allah SWT hanya Islam, sehingga barang
siapa yang mencari dan memilih agama selain Islam maka tidak akan
diterima oleh Allah SWT, sebagaimana firman-Nya SWT dalam QS.3.Aali
'Imraan : 19 dan 85. Kaum Liberal telah "Tuli" terhadap firman Allah SWT
dalam QS.5.Al-Maa-idah : 3 yang menegaskan bahwa agama Islam telah
sempurna dan merupakan agama yang diridhoi Allah SWT, sehingga tidak
boleh dikurangi atau ditambah-tambah, atau pun dirubah.
Kaum
Liberal juga telah "Bisu" terhadap firman Allah SWT yang melarang
pencampur-adukan antara yang Haq dan Bathil sebagaimana termaktub dalam
QS.2.Al-Baqarah : 42. Serta kaum Liberal pun telah "Buta" dari petunjuk
Allah SWT tentang agama Islam yang tidak boleh dicampur-adukan dengan agama lain sebagaimana tertuang dalam QS.109.Al-Kafirun 1-6.
Kaum Liberal sungguh telah "Bisu Tuli Buta" terhadap firman Allah SWT dalam berbagai surat
Al-Qur'an tentang agama Islam sebagai agama para Nabi dan Rasul sejak
Adam AS hingga Muhammad SAW. QS.10.Yunus : 71-72 menceritakan bahwa Nabi
Nuh AS dan pengikutnya beragama Islam. QS.22.Al-Hajj : 78
menyatakan bahwa Allah SWT menamakan umat Nabi Ibrahim AS sebagai
muslimin. QS.3.Aali 'Imraan : 67 menegaskan bahwa Nabi Ibrahim AS bukan
Yahudi atau pun Nashrani apalagi Musyrik, melainkan seorang muslim yang
lurus. QS.2.Al-Baqarah : 128 memaparkan tentang doa Nabi Ibrahim AS dan
Nabi Ismail AS untuk dirinya dan keturunannya agar dijadikan sebagai
kaum muslimin. QS.2.Al-Baqarah 132-133 menceritakan tentang agama para
Nabi Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya'qub dan Yusuf, 'alaihimis salaam, adalah
Islam. QS.10.Yunus : 84 dan QS.7.Al-A'raaf : 125-126 mengabarkan bahwa
Nabi Musa AS dan pengikutnya beragama Islam. QS.27.An-Naml : 15-44
menginformasikan bahwa Nabi Daud AS dan Nabi Sulaiman AS beserta umatnya
memeluk agama Islam. QS.5.Al-Maa-idah : 111 menyebutkan pernyataan Nabi
'Isa AS tentang agama yang dianutnya adalah Islam.
Apalagi
terhadap kewajiban penerapan Hukum Allah SWT, kaum Liberal tidak peduli
sama sekali dengan dalih "substansialistis" yaitu cukup ambil maknanya
saja. Padahal, QS.5.Al-Maa-idah 44 - 51 sangat jelas memaparkan petunjuk
ilahi tentang kewajiban tersebut. Dalam ayat 44 dan 45, Allah SWT
menginformasikan tentang umat Nabi Musa AS yang berkewajiban menerapkan
Hukum Allah SWT yang tertuang dalam Kitab Suci Taurat. Dan dalam ayat 46
dan 47, Allah SWT menginformasikan tentang umat Nabi 'Isa AS yang
berkewajiban menerapkan Hukum Allah SWT yang tertuang dalam Kitab Suci
Injil. Sedang dalam ayat 48 dan 49, Allah SWT memerintahkan Nabi
Muhammad SAW dan umatnya untuk menerapkan Hukum Allah SWT yang tertuang
dalam Kitab Suci Al-Qur'an. Ada pun ayat 50,
merupakan teguran keras Allah SWT terhadap mereka yang berpaling dari
pada Hukum Allah SWT, sekaligus pernyataan ilahi bahwasanya tidak ada
hukum siapa pun yang lebih baik dari pada Hukum Allah SWT. Lalu ayat 51,
berisi larangan mengangkat orang kafir sebagai pemimpin orang beriman.
Berkaitan
dengan ayat-ayat tersebut, Asy-Syahid Sayyid Quthb dalam tafsir "Fii
Zhilal Al-Qur'an" juz 6 hal.901 menyatakan : "Kafir karena menolak
ketuhanan Allah yang tercermin dalam penolakan Syariah-Nya. Dan Zalim
karena membawa manusia kepada selain Syariah Allah, dan menyebar
kerusakan dalam kehidupan mereka. Serta Fasiq karena sudah keluar dari
aturan Allah dan mengikut selain jalan-Nya." DR. mushthofa Al-Khin dan
Syeikh Muhyiddin Daib Mastu dalam kitab "Al-'Aqidah Al-Islamiyyah"
hal.581 menuliskan : "Sesungguhnya hukum atas orang yang tidak menghukum
menurut apa yang diturunkan Allah dengan Kekafiran, Kezaliman dan
Kefasiqan, hanyalah berlaku atas para pengingkar terhadap kekuasaan
ilahi dalam pembuatan hukum, atau para penghina terhadap kekuasaan hukum
ilahi itu." Di Indonesia, Prof. Hamka dalam tafsir "Al-Azhar" juz 2
hal.263 menyatakan : "Dan Kufur, Zhulm dan Fasiqlah kita kalau kita
percaya bahwa ada hukum lain yang lebih baik dari pada Hukum Allah." Dan
Prof. DR. Quraisy Syihab dalam tafsir "Al-Misbah" juz 3 hal. 106
menyatakan : "Betapa pun, pada akhirnya kita dapat menyimpulkan bahwa
ayat ini menegaskan bahwa siapa pun - tanpa kecuali - jika melecehkan
hukum-hukum Allah atau enggan menerapkannya karena tidak mengakuinya,
maka dia adalah kafir, yakni keluar dari agama Islam."
Sungguh kaum Liberal telah "Shummun Bukmun 'Umyun" dari ajaran agama Islam yang benar. Na'udzu billaahi min dzaalik.
LIBERAL DAN ISLAM ANTI KEKERASAN
Masih
atas nama "Rahmatan Lil Alamin", kaum Liberal mengkampanyekan "Islam
Anti Kekerasan". Semua bentuk kekerasan digeneralisir, sehingga terjadi
pembusukan makna. Kisah perang Nabi SAW dan para Shahabat melawan kaum
Kafirin dan Munafiqin, serta aneka episode kepahlawanan mereka hampir
tidak pernah disinggung kaum Liberal, bahkan disembunyikan, karena
bertentangan dengan kampanye mereka dan tidak sesuai selera mereka.
Bahkan dalam buku "Lubang Hitam Agama" karangan Sumanto yang diberi
pengantar oleh Ulil Abshar, di halaman 58 dikatakan bahwa kisah heroik
para Nabi dan Mu'jizatnya hanya "dongeng".
Atas
nama "Islam Anti Kekerasan", perlawanan para Mujahidin Islam di
Philipina, Thailand, Afghanistan, Iraq dan Palestina serta belahan dunia
lainnya, terhadap nafsu imperialisme Barat tidak lagi disebut sebagai
"Jihad" oleh kaum Liberal, melainkan divonis sebagai "Aksi Kekerasan"
yang bertentangan dengan Islam yang "Rahmatan Lil Alamin". Lucunya, kaum
Liberal "bungkam" seribu bahasa terhadap kebrutalan Amerika Serikat di
Iraq, Afghanistan dan Somalia, kekejaman Israel di Palestina, kejahatan
India di Kashmir, kebiadaban Philipina di Mindanau, kekejian Thailand di
Patani, kebengisan China di Xinjiang, dan sebagainya.
Kaum
Liberal di Indonesia yang mengaku sebagai "muslim" sangat asyik
mengecam dan mencaci maki kaum muslimin yang melakukan perlawanan
terhadap serangan kafirin dan munafiqin terhadap aqidah, syariat dan
akhlaq serta harta benda dan jiwa raga mereka. Kaum Liberal asyik
menuduh gerakan Hisbah (Amar Ma'ruf Nahi Munkar) sebagai pelanggaran
HAM, main hakim sendiri, memaksakan kehendak, mengambil wewenang negara,
melanggar hukum, melawan konstitusi, dan sebagainya. Suara Liberal
sangat lantang jika ditujukan kepada Gerakan Islam. Namun, terhadap kaum
Kafirin dan Munafiqin yang menyebar luaskan kemunkaran, melakukan
perusakan, pembunuhan dan pembantaian terhadap umat Islam, suara Liberal
"tidak bunyi".
Tampaknya,
bagi kaum Liberal bahwa perlawanan Mujahidin Islam terhadap kezaliman
adalah "Aksi Kekerasan", sedang kekerasan Kafirin dan Munafiqin terhadap
umat Islam adalah "Kebijakan". Ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadits Nabi
tentang Jihad dianggap oleh kaum Liberal sebagai sesuatu yang
"provokatif" dan sudah "kadaluwarsa", sehingga kini harus ditafsirkan
secara "modern".
Kaum
Liberal marah besar jika terjadi konflik antara umat Islam dan umat
Kristen di Indonesia, apalagi jika ada "Gereja Liar" yang ditutup
masyarakat muslim. Sumpah serapah kaum Liberal akan terdengar nyaring,
berbagai tuduhan mereka lontarkan terhadap umat Islam. Namun saat ada
sejumlah masjid umat Islam dibakar atau dihancurkan umat Kristen di
sejumlah daerah minoritas muslim, lagi-lagi suara Liberal "tak
terdengar".
Saat
FPI Jawa Timur menggelar peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Jombang
pada tanggal 24 April 2004 yang menampilkan KH. Misbahul Anam dari Jakarta
(Sekretaris Majelis Syura DPP FPI) dan KH. Sa'dullah dari Sukoharjo
(Ketua Majelis Syura DPD FPI Jatim), kaum Liberal meniupkan issue
"seram" sambil menebar "ancaman kekerasan", sehingga beberapa gereja
tutup tidak berani merayakan Paskah pada hari itu. Lalu, kaum Liberal
menuduh FPI yang menggagalkan perayaan Paskah umat Kristiani di Jombang,
padahal mereka yang menciptakan ketegangan suasana. Ironisnya, saat
terjadi "kekerasan pelecehan" terhadap Islam di dalam mau pun di luar
negeri, seperti Mush-haf Al-Qur'an dimasukkan ke lubang WC di Bekasi dan
pembakaran Mush-haf Al-Qur'an di Amerika Serikat, kaum Liberal diam
berjuta bahasa seolah mereka "senang" dengan peristiwa tersebut.
Begitukah makna "Anti Kekerasan" bagi kaum Liberal ?! Demikiankah cara Liberal memaknai "Anti Kekerasan" ?!
KRIMINALISASI MAKNA KEKERASAN
Liberal
telah melakukan pembusukan makna "kekerasan" secara masif dan sistemik.
Semua kekerasan digeneralisir sebagai perbuatan buruk dan busuk. Segala
bentuk kekerasan dikatagorikan sebagai sikap hina dan tercela. Seluruh
jenis kekerasan dikatagorikan sebagai kejahatan dan kekejaman.
Akibatnya, terjadilah "kriminalisasi" makna kekerasan.
Padahal, kekerasan merupakan cerminan dari dua hal yang saling bertolak-belakang : Pertama, cerminan dari ketegaran hati dan ketegasan sikap. Kedua, cerminan dari kebengisan hati dan kekasaran sikap.
Kekerasan
sebagai cerminan dari ketegaran hati dan ketegasan sikap merupakan
"kekerasan terpuji" yang tidak bertentangan dengan Syariat Islam, bahkan
sangat dianjurkan, dan pada kondisi tertentu diwajibkan. Dalam
QS.9. At-Taubah : 73 dan QS.66. At-Tahrim : 9, Allah SWT memerintahkan
Rasulullah SAW untuk bersikap keras terhadap orang-orang kafir dan
munafiq yang mengganggu Islam. Kekerasan terpuji yang disnjurkan Islam
ini identik dengan "ketegasan".
Ada
pun kekerasan sebagai cerminan dari kebengisan hati dan kekasaran sikap
merupakan "kekerasan tercela" yang dilarang dan diharamkan Islam. Dalam
QS.16.An-Nahl : 125 dan QS.3.Aali 'Imraan : 159, Allah SWT
memerintahkan Nabi SAW untuk berda'wah dengan hikmah, arif, bijak lemah
lembut dan tidak boleh kasar atau pun bengis. Kekerasan tercela yang
dilarang Islam tersebut identik dengan "anarkisme"
Menarik,
dalam QS.3. Aali 'Imraan : 159, Allah SWT melarang Rasulullah SAW
bersikap "keras" dalam berda'wah, tapi dalam QS.9. At-Taubah : 73 dan
QS.66. At-Tahrim : 9, Allah SWT justru memerintahkan Rasulullah SAW
untuk bersikap "keras" dalam memerangi kaum Kafir dan Munafiq. Artinya,
antara kedua sikap "keras" tersebut pasti ada perbedaan, sehingga keras
yang satu dilarang, sedang keras yang lain justru diperintahkan.
Dalam
rangka memudahkan pembedaan antara "kekerasan terpuji" dan "kekerasan
tercela", maka perlu diilustrasikan sebagai berikut : Jika seseorang
rumah dan keluarganya didatangi sekawanan perampok bersenjata yang mau
merampas hartanya, melukai anaknya, memperkosa isterinya dan membunuh
dirinya, lalu ia melakukan perlawanan sekuat tenaga dengan senjata apa
adanya. Maka kawanan perampok menyerangnya dengan brutal untuk
membunuhnya, ia pun menyerang kawanan perampok habis-habisan, sehingga
terjadilah saling serang dan saling melukai, serta baku hantam dan baku bunuh.
Dalam
cerita di atas, kedua belah pihak, baik kawanan perampok mau pun si
pemilik rumah, sama keras, dan sama melakukan "kekerasan". Namun
kekerasan perampok dan kekerasan si korban perampokan tidak bisa dan
tidak boleh "disamakan". Kedua macam kekerasan tersebut berbeda dan
berbanding terbalik. Kekerasan para perampok lahir dari kebengisan hati
dan kekasaran sikap, sedang kekerasan si empunya rumah lahir dari
ketegaran hati dan ketegasan sikap. Kekerasan para perampok adalah
kekerasan tercela yang dilarang dan diharamkan Islam, sedang kekerasan
si pemilik rumah dianjurkan bahkan diwajibkan Islam untuk membela diri
dan melindungi keluarga serta menjaga harta benda.
Karena itulah, tentara dibenarkan membunuh musuh di medan
perang untuk melindungi rakyat dan bangsa serta negara. Dan polisi
dibenarkan menembak mati penjahat yang melawan dan membahayakan jiwa.
Serta masyarakat dibenarkan melakukan "bela paksa" untuk menyelamatkan
jiwanya, yang dalam istilah hukum disebut "Overmatch" atau "Noodweer".
Semua itu adalah "kekerasan" yang baik, bagus dan terpuji. Jadi, tidak
semua kekerasan busuk dan buruk, hina dan tercela, jahat dan kejam,
sebagaimana "definisi dungu" kaum Liberal.
LIBERAL DAN HUT ISRAEL
Saat FPI menggelar doa bersama umat Islam untuk As-Syahid Syeikh Usamah bin Ladin rhm di Jakarta, kaum Liberal "sewot" kebakaran ubun-ubun. Namun saat komunitas Kristen pecinta Yahudi menggelar perayaan HUT Israel,
mereka tenang saja, bahkan ada yang senang. Direktur Ma'arif Institute
"menyamakan" kedua peristiwa tersebut di atas, sejumlah media mengutip
pernyataannya : "Peringatan HUT Yahudi sama dengan Doa FPI buat Osama."
Suatu pernyataan yang sangat "Dungu", karena FPI menggelar Doa untuk
Usamah di negara Islam yang bernama Republik Indonesia, setidaknya di
negara mayoritas muslim yang menjadi anggota OKI (Organisasi Konferensi
Islam), bukan di negara Kristen atau pun Yahudi. Sedang komunitas
Kristen pecinta Yahudi menggelar HUT Israel bukan di negara Kristen atau pun Yahudi, tapi di negara Islam yaitu Republik Indonesia. Jika mereka menggelar HUT Israel di negara Kristen atau pun Yahudi, itu hak mereka, tapi di Republik Indonesia berarti mencari gara-gara untuk memancing "kekerasan".
FPI menolak keras perayaan HUT Israel di Indonesia dengan sejumlah alasan, antara lain : Pertama, Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel.
Kedua, sesuai amanat Muqaddimah UUD 1945 bahwa penjajahan di muka bumi
harus dihapuskan, maka Israel tidak boleh diberi tempat di Indonesia
selama masih menjadi panjajah bumi Palestina. Ketiga, Indonesi telah
berperan aktif ikut memperjuangkan kemerdekaan Palestina dan mengakuinya
sebagai bangsa yang berdaulat, sehingga sebagai bentuk solidaritas
perjuangan maka konsekwensinya harus menolak Israel yang menghalangi kemerdekaan tersebut. Keempat, Israel
adalah penjahat perang dan pelanggar HAM serta musuh kemanusiaan yang
harus diajukan ke Mahkamah Internasional. Kelima, merayakann HUT Israel
di Indonesia berarti melecehkan mayoritas muslim di negeri ini,
sekaligus melecehkan Konstitusi Negara RI.
Jadi,
FPI memusuhi Israel, bukan karena mereka Israel atau karena mereka
Yahudi, tapi karena mereka penjajah, penjahat perang, pelanggar HAM dan
musuh kemanusiaan. Ternyata Liberal memang "Dungu", masalah macam itu
saja mereka tidak paham, apalagi urusan agama. Nah, kalau sudah tidak
paham agama tapi sok bicara agama, maka pasti akan melahirkan aneka
kesesatan. Namun para penyebar kesesatan ini selalu mengatas-namakan
agama, dan meyakininya sebagai ajaran agama versi "khayalan" mereka.
Itulah sebabnya saya menilai bahwa Liberal adalah "Kesesatan atas nama
agama", sehingga wajib diperangi kapan saja dan dimana saja mereka
berada.
Karenanya,
untuk kesekian kali saya mengingatkan agar tidak ada lagi umat Islam
yang menyebut Liberal dengan sebutan "Islam Liberal" atau "Muslim
Liberal". Liberal bukan Islam, dan Islam bukan Liberal. Kesesatan
Liberal amat nyata, kekafirannya sangat jelas. Mari kita kampanyekan ke
semua lapisan umat bahwa Liberal adalah musuh besar Islam, jaringan
Iblis, antek Zionis, yang rasis dan fasis, gerombolan penoda aqidah dan
penista syariat serta perusak akhlaq. Dalam rangka untuk membela Islam,
maka tiada hari tanpa kampanye "Ayo, Ganyang Liberal !"
Allahu Akbar ! Allahu Akbar ! Allahu Akbar !
Penulis: Habib Muhammad Rizieq Syihab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar