Pertanyaan:
Assalamu’alaykum warahatullahi wabarakatuh,
Pak Rizki, saya dan teman-teman sering sekali
mendengar istilah “Zionis-Yahudi” yang dikaitkan dengan segala
tindak-tanduk kaum Yahudi di Palestina dan juga dunia, terutama Barat.
Sebenarnya Zionis-Yahudi itu apa sih? Apakah gerakan politik, atau
gerakan agama Yahudi? Asal muasalnya gimana sih pak? Itu saja.
Wassalamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh
NNJawaban:
Wa’alaykumussalam warahmatulahi wabarakatuh,
Saudara NN yang dirahmati Allah SWT, Zionisme
awalnya merupakan gerakan politik Yahudi sekuler yang menginginkan
berdirinya negara Yahudi di atas bukit Zion di Palestina dan sekitarnya.
Gerakan ini dilatarbelakangi klaim sepihak Yahudi atas Palestina
seperti yang tercantum ada kitab iblis Talmud dan kemudian diperkuat
oleh ribuan catatan kaki yang memenuhi Injil Scofield dan Injil versi
King James yang awalnya banyak dipakai orang Barat. Injil Scofield
inilah yang melahirkan kelompok Judeo-Christian, sebuah kelompok Kristen
yang mendukung Zionisme.
Zion merupakan nama sebuah bukit yang terletk di
barat day Al-Quds (Yerusalem). Kaum Yahudi percaya, pada lokasi
tersebut, King Solomon (Nabi Sulaiman a.s.) pernah membangun istananya
(haikalnya) dan menyimpan banyak harta karun di bawah tanah tersebut.
Harta tersebut bukan hanya banyak sekali, namun memiliki daya magis yang
sangat besar sehingga mereka percaya akan bisa menjadi pemimpin dunia
jika memilikinya.
Tepat di hari jatuhnya Yerusalem, Godfroy de
Bouillon mendirikan Ordo Sion yang kemudian melahirkan Ordo militer
Ksatria Templar. Semua ini balik ke Eropa setelah berhasil dikalahkan
Shalahudin Al-Ayyubi (1187). Di Eropa, mereka ditumpas King Philip Le
Bell dan Paus Clement pada 13 Oktober 1307.
Dua peneliti Inggris, Knight dan Lomas, di dalam bukunya “The Hiram Key”
menulis bahwa mereka telah menemukan sisa-sisa penggalian yang
dilakukan Templar di salah satu bagian tanah yang masih masuk dalam
markasnya. Apa yang dilakukan para Templar ini terus berjalan selama
berabad-abad hingga sekarang, di mana kaum Zionis-Yahudi terus melakukan
penggalian di lokasi tersebut.
Seiring dengan perjalanan waktu, istilah ‘Zion’
tidak lagi menjadi nama tempat, namun juga sebuah nama gerakan bagi
orang-orang Yahudi Sekuler untuk mendirikan satu negara di Tanah
Palestina dengan Yerusalem sebagai ibukotanya. Nathan Bernbaum merupakan
tokoh Zionis-Yahudi pertama yang ‘menyeret’ istilah yang pada awalnya
netral ini menjadi begitu politis. Pada 1 Mei 1776 Nathan mencetuskan
Zionisme sebagai gerakan politik bangsa Yahudi untuk mendiami kembali
tanah Palestina. Gagasan Bernbaum didukung sejumlah tokoh Yahudi. Salah
seorang tokohnya bernama Yahuda Kalaj yang melemparkan gagasan
mendirikan ‘negara Israel’ di tanah Palestina. Dalam bukunya berjudul “Derishat Zion” (1826), Izvi Hirsch Kalischer dengan getol mendukung Yahuda Kalaj dan memaparkan kemungkinan-kemungkinannya.
Ide berawal dari Nathan Bernbaum ini kemudian terus
dimasak oleh tokoh-tokoh Yahudi sehingga menjadi rencana aksi yang
matang. Seorang Yahudi Jerman bernama Moses Hess, menyatakan jika untuk
menguasai Palestina, maka kaum Yahudi harus menggandeng orang-orang
Barat dan mempengaruhi mereka untuk mau kembali ke Palestina setelah
kekalahan yang memalukan dari umat Islam yang dipimpin Salahuddin
Al-Ayyubi beberapa abad silam. Gagasan tokoh Yahudi ini akhirnya
mendapat dukungan dari sejumlah tokoh kolonialis Barat merasa memiliki
irisan kepentingan yang sama, yakni untuk menguasai wilayah Arab yang
kaya.
Sejak itu maka mulailah orang-orang Yahudi mengalir
ke Palestina dan daerah sekitarnya. Apalagi keberadaan orang Yahudi di
Eropa sesungguhnya tidak disukai oleh orang-orang Kristen. Pada 1891
sejumlah pengusaha Palestina dengan nada prihatin mengirim telegram ke
Istambul, ibukota kekhalifahan Turki Utsmaniyah di mana kala itu Tanah
palestina merupakan bagian dari kekuasaannya. Dengan penuh nada cemas,
para pengusaha Palestina menyatakan imigrasi orang-orang Yahudi ke
wilayahnya akan benar-benar jadi ancaman jika tidak dihentikan dengan
segera.
Lima tahun kemudian, terbit buku “Der Judenstaat”
(1896) yang ditulis seorang wartawan Yahudi-Austria bernama Theodore
Hertzl. Buku itu secara detil mengajukan konsep tentang upaya pendirian
‘negara Israel’ di Palestina. Hertzl akhirnya dinobatkan sebagai ‘Bapak
Zionisme Modern’. Strategi perjuangan Yahudi, oleh Hertzl, secara
singkat bisa diungkapkan dalam sebuah kalimat yang singkat namun penuh
arti: “Bila kita tenggelam, kita akan menjadi suatu kelas
proletariat revolusioner, pemanggul ide dari suatu partai revolusioner;
bila kita bangkit, dipastikan akan bangkit juga kekuasaan keuangan kita
yang dahsyat.” Sebuah kalimat yang memiliki arti sangat dalam dan
sungguh-sungguh dijalankan oleh gerakan Zionisme, karena gerakan inilah
yang kemudian melahirkan ide komunisme yang menyatakan sebagai pejuang
garda terdepan dalam membebaskan proletariat, dan juga kapitalisme yang
merupakan negasi dari ide komunisme. Dan kaum Zionis mengambil
keuntungan dari pergolakan kedua kutub tersebut.
Dalam bukunya Hertzl tanpa sungkan menegaskan bahwa
untuk mewujudkan satu negara Yahudi di atas tanah Palestina, maka
mustahil dengan cara-cara demokratis. Bahkan Hertzl memberikan resep
jitu agar Tanah Palestina bisa dikuasai Yahudi yakni dengan jalan
memenuhi tanah Palestina dengan orang Yahudi sehingga Yahudi menjadi
mayoritas. Untuk memperkecil populasi orang Palestina maka segala cara
harus dilakukan seperti teror, perang, pembersihan etnis, penyebaran
penyakit, pembukaan lahan kerja di negara tetangga, dan sebagainya. Agar
segala yang dilakukan gerakan Zionisme bisa diterima oleh dunia
internasional, maka tokoh-tokoh Yahudi seluruh dunia harus bisa
memaksakan dunia internasional untuk mensahkan satu undang-undang yang
melegitimasi eksistensi Yahudi di Palestina.
Dalam bukunya Hertzl menulis, “Kami
akan mengeluarkan kaum tidak berduit (maksudnya bangsa Palestina) dari
perbatasan dengan cara membuka lahan-lahan pekerjaan di negara-negara
tetangga, dan bersamaan dengan itu mencegah mereka memperoleh pekerjaan
di negeri kami. Kedua proses itu harus dilakukan secara rahasia.”
Gerakan ini mengadakan kampanye ke seluruh dunia.
Kaum Yahudi mencetak buku-buku yang kelihatannya ilmiah yang menyatakan
jika sebenarnya Tanah Palestina adalah tanah yang dijanjikan Tuhan
kepada bangsa Yahudi. Buku-buku ini disebar ke seluruh negeri. Bahkan
kitab suci orang Kristen pun diberi catatan kaki yang banyak yang
seluruhnya menjadikan ayat-ayat Injil sebagai dukungan bagi berdirinya
negara Israel di Palestina. Scofield adalah orang yang ditugaskan untuk
memberi ribuan catatan kaki pro-Zionistik di dalam Injil versi James
yang menjadi Injilnya orang-orang Barat. Berbagai kelompok kajian
alkitab disusupi dan menjadikan orang-orang Eropa yang tadinya memusuhi
Yahudi menjadi kini banyak yang menjadi pendukung negara Israel.
Di dalam masa-masa itulah Hertzl menemui Sultan
Abdul Hamid II sebagai Khalifah dari kekhalifahan Turki Utsmaniyah
(1876-1909). Dengan segala bujuk rayu, Hertzl berusaha agar Sultan
mengizinkan oarng-orang Yahudi mendirikan negara Israel di Palestina.
Jika Sultan bersedia, maka para pemilik modal Yahudi di seluruh Eropa
akan memulihkan kas keuangan Turki Utsmani yang sedang kosong. Namun
Sultan menolak mentah-mentah hal ini sehingga Zionis-Yahudi
menghancurkan Turki Utsmaniyah lewat seorang agen Yahudi dari Tsalonika
bernama Mustafa Kamal Pasha.
Hertzl menggelar Kongres Zionis Internasional I di
Swiss sebagai upaya penyatuan sikap tokoh Zionis Dunia. Salah satu hasil
kongres berbunyi: “Zionisme bertujuan untuk membangun sebuah Tanah Air bagi kaum Yahudi di Palestina yang dilindungi oleh undang-undang.” Theodore Hertzl terpilih sebagai pimpinan gerakan ini dan menulis dalam buku hariannya, “Kalau
saya harus menyimpulkan apa hasil dari kongres Bassel itu dalam satu
kalimat pendek, yang sungguh tidak berani saya ungkapkan kepada
masyarakat, saya akan berkata: ‘Di Bassel saya menciptakan negara
Yahudi!’” Protocolat of Zion yang berisi 24 strategi Zionis-Yahudi menguasai dunia juga disahkan menjadi agenda bersama.
Selain menghancurkan kekhalifahan Turki Utsmani,
Yahudi Internasional juga bekerja siang-malam mempersiapkan segala hal
untuk bisa mewujudkan cita-citanya. Pada 2 November 1917, Menlu Inggris,
Lord Arthur James Balfour, mengirim sebuah surat yang ditujukan kepada
Pemimpin Komunitas Yahudi Inggris, Rothschild, untuk diteruskan kepada
Federasi Zionis, yang berisi pemberitahuan tentang persetujuan
pemerintahan Inggris yang telah menggelar rapat Kabinet tanggal 31
Oktober 1917, atas permintaan bangsa Yahudi untuk bisa mendapatkan tanah
Palestina. Saat itu, sebagian terbesar wilayah Palestina masih berada
di bawah Khilafah Turki Utsmani, hanya saja kekhalifahan ini sudah
diambang kehancuran. Batas-batas yang akan menjadi wilayah Palestina
telah dibuat sebagai bagian dari Persetujuan Sykes-Picot, 16 Mei 1916,
antara Inggris dan Prancis.
Kata-kata Deklarasi ini kemudian digabungkan ke
dalam perjanjian damai Sèvres dengan Turki Utsmani dan Mandat untuk
Palestina. Penyebutan Palestina sebagai satu-satunya nominator tempat
berdirinya negara Yahudi sebenarnya memiliki catatan yang panjang.
Awalnya ada sejumlah tempat yang dianggap bisa menjadi tempat berdirinya
negara Yahudi di Afrika dan Amerika Selatan, seperti Mozambique, Kongo,
Afrika, Uganda, bahkan Argentina dicalonkan pada 1897, Cyprus pada
1901, Sinai pada 1902, dan atas usulan pemerintahan Inggris, Uganda
diusulkan kembali pada 1903.
Penyebutan tempat-tempat tersebut mendapat
tentangan keras dari para Rabbi Yahudi Konservatif. Apa yang digalang
oleh Hertzl dan kelompok Zionisnya dianggap sebagai gerakan sekularis
yang menunggangi agama Yahudi. Bahkan dalam Kongres Para Rabbi di
Philadelphia-AS, pada akhir abad ke-19, salah satu putusannya adalah
menentang adanya satu negara Yahudi yang dipaksakan. Menurut kelompok
Rabbi Konservatif ini, Zionisme merupakan gerakan sekuler yang
berlandaskan Talmud, sebuah kitab iblis, dan bukan Taurat Musa. Bagi
para Rabbi, negara Yahudi akan didirikan pada akhir zaman, yakni ketika
Sang Messias Yahudi muncul dan memimpin orang-orang Yahudi untuk
mendirikan negaranya di Palestina. Bagi kalangan Zionis, berdirinya
negara Yahudi tidak harus menunggu kedatangan Messias di akhir zaman,
hal ini malah harus dilakukan secepatnya guna menyambut datangnya
Messias. Inilah titik tolak perbedaan pandangan antara Yahudi Zionis
dengan Yahudi Anti Zionis yang sekarang ini salah satu kelompoknya
adalah Neturei Karta dan juga International Jews Anti Zionist (IJAN).
Dr. Chaim Weizmann, jurubicara organisasi Zionisme
di Inggris dan pendukung utama Zionisme merupakan seorang pakar kimia
yang berhasil mensintesiskan aseton melalui fermentasi. Aseton
diperlukan dalam menghasilkan cordite, bahan eksplosif yang sangat
berguna dalam semua persenjataan Inggris. Jerman diketahui telah
memonopoli ramuan aseton kunci, kalsium asetat. Tanpa kalsium asetat,
Inggris tak bisa menciptakan aseton dan tanpa aseton takkan ada cordite.
Jadi, tanpa cordite, Inggris saat itu mungkin akan kalah dalam Perang
Dunia I. Sebab itu, Inggris sangat berhutang budi pada Yahudi, khususnya
kepada Weismann. Inilah mengapa Inggris begitu mendukung kaum Yahudi
untuk mendirikan negara di Palestina.
Pada 14 Mei 1948 Israel sebagai sebuah negara
dideklarasikan dan David Ben Gurion diangkat sebagai PM pertama. PBB
mensahkan negara Israel. Langkah PBB ini membuktikan kepada dunia jika
lembaga internasional tersebut mendukung penjajahan bangsa Palestina
yang dilakukan oleh Zionis Israel. Berdirinya Israel didahului upaya
teror, pembunuhan, dan pengusiran terhadap bangsa Palestina, pemilik sah
atas Tanah Suci tersebut.
Wassalamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh
Muhammad Pizaro Novelan Tauhidi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar