Kamis, 09 Mei 2013 | 15:56 WIB
Jakarta
– FPI: Anggota Komisi III (Bidang Hukum, HAM, dan Keamanan) Eva Kusuma
Sundari meminta semua pihak untuk menyetop propaganda jihad mati ke
Myanmar karena menimbulkan mudharat dan tidak bermanfaat. “Ajakan jihad
mati dan membunuh Myanmar Buddha yang disuarakan oleh Front Pembela
Islam (FPI) selama demonstrasi pro Rohingya, Jumat 3 Mei 2013, di
Bundaran HI, Jakarta, amat disesalkan karena berdampak memperburuk
keadaan,” kata Eva melalui surat elektronik kepada Antara di Semarang, Selasa (7/5/2013).
Menurutnya
akibat kampanye FPI, kelompok Rohingya yang masih di dalam Myanmar
situasinya semakin rentan terhadap kekerasan. Mereka juga keberatan
Rohingya distigma seperti “teroris” yang menghalalkan jihad mati dalam
memperjuangkan hak-haknya, sementara perwakilan-perwakilan mereka di
Hong Kong dan London justru mengedepankan diplomasi dan “nonviolence”
(antikekerasan).
Pernyataan
Eva Kusuma Sundari tersebut mendapat tanggapan dari Ketua Umum Front
Pembela Islam (FPI), Habib Muhammad Rizieq Syihab. Habib menegaskan
sosialisasi untuk jihad ke Rohingya tidak akan berhenti dan akan terus
dilakukan. Menurutnya, Jihad adalah solusi guna melindungi kehormatan
muslim. Langkah diplomasi bukannya tidak pernah dilakukan, berbagai
pihak telah mencoba melakukan usaha diplomasi namun tidak ada yang
direspon oleh pemerintah Myanmar alias gagal. Bahkan Habib Rizieq
menyayangkan sikap cuek pemerintah Myanmar terhadap pembantaian Muslim
Rohingya, walau Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY) sudah dua kali MENEGUR Myanmar di forum internasional. Sikap
negara tersebut dinilai sebagai bentuk penghinaan terhadap Presiden SBY.
Habib
Rizieq mengatakan, SBY pertama kali membicarakan Rohingya di markas
Persatuan Bangsa-bangsa, Amerika Serikat. Yang kedua di Singapura
beberapa waktu lalu. Namun TEGURAN SBY tidak dipedulikan Myanmar.
“Pembantaian tetap berlangsung. Berarti suara bangsa Indonesia tidak
dipedulikan,” tukas Habib usai berdialog bersama 16 perwakilan Forum
Umat Islam (FUI) dengan staf Kedutaan Besar Myanmar di Jalan Agus Salim,
Menteng, Jakarta 03 Mei 2013 lalu. “FPI tetap serukan jihad ke Myanmar,” Kata Habib Rizieq kepada redaksi fpi.or.id, Rabu 27 Jumadilakhir 1434/ 8 Mei 2013.
Habib
menilai selama ini upaya diplomasi tidak pernah menghasilkan apa-apa.
The Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) dan Persatuan
Bangsa-Bangsa (PBB) ternyata tidak mampu menghentikan kekejaman militer
dan warga Budhis Myanmar terhadap muslim Rohingya.
“FPI tetap
serukan JIHAD ke MYANMAR, karena tekanan ASEAN dan PBB sudah mandul
terhadap Myanmar. Mujahidin Timur Tengah, Pakistan, Afghanistan dan
Nusantara sudah siap untuk masuk dan jihad di Maynmar,” katanya.
Oleh
karenanya, tidak ada solusi bagi muslim Rohingya selain mengumandangkan
peperangan terhadap militer dan ekstrimis Budhis Myanmar. FPI tidak
akan berhenti memburu mereka yang telah melakukan pembantaian terhadap
kaum muslimin Rohingya.
“JIHAD adalah jawaban untuk melawan KEJAHATAN
KEMANUSIAAN yang dilakukan militer Myanmar dan ekstrimis Buddha terhadap
Muslim Rohingya. Kami akan kejar dan bunuh para Jenderal dan Bikshu
yang membantai umat Islam!” tegasnya.
Masih
kata Habib Rizieq, pasca aksi solidaritas terhadap kaum muslim
Rohingya, pada Jumat 3 Mei 2013 lalu, umat Islam dalam tempo dua hari
berhasil mengumpulkan dana hingga mencapai ratusan juta. Dana yang
dibutuhkan para mujahidin untuk tahap awal diperkirakan Rp 10 milyar.
“Bahwa dalam dua hari seruan Jihad sudah behasil kumpulkan dana lebih
dari 200 juta. Untuk satu batalyon dengan 1000 mujahid dengan senjata
lengkap dibutuhkan 1 juta dolar atau 10 milyar. Insya Allah, dengan
modal 10 milyar pertama, kita ratakan semua perkampungan EKSTRIMIS BUDHA
di Myanmar,” lanjut Habib.
Hal senada juga pernah diutarakan oleh Ustadz Abubakar Ba'asyir
terkait seruan JIHAD ke Myanmar membela Muslim Rohingya. Ustadz Abu
menyatakan keprihatinannya atas pembantaian umat Islam yang terus
berlangsung di Myanmar. Menyikapi hal tersebut, Ustadz Abu Bakar
Ba’asyir sebelumnya pernah mengirimkan surat terbuka kepada Presiden
Myanmar, Thein Sein, seperti dikutip voa-islam.com.
Surat
yang dikirimkan ke Kedutaan Besar Myanmar itu memuat tiga tuntutan umat
Islam yang disuarakan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir untuk membela Muslim
Rohingya. Pertama, hentikan kezaliman berupa pengusiran, pembantaian terhadap ummat Islam di Myanmar. Kedua, berikan mereka kebebasan untuk memeluk Islam dan menjalankan ibadahnya. Ketiga, Jangan ada lagi diskriminasi terhadap ummat Islam.
Bila
tuntutan tersebut tak juga dilaksanakan, Ustadz Abu Bakar Ba’asyir
menegaskan, mujahidin akan segera menghancurkan Myanmar sebagaimana
hancurnya Rusia. “Dengan izin Alloh pula kami bisa memperlakukan anda
dan rakyat anda seperti negara sosialis komunis Rusia yang hancur
berkeping-keping atau Amerika yang sebentar lagi akan binasa (Insya
Alloh).
Kami
tak ingin mendengar tangisan saudara-saudara muslim kami di buminya
Alloh negeri kalian dan negerinya ummat Islam yang tinggal di sini, kami
tidak ridho setetes darah pun tertumpah dari kaum muslimin,” demikian
kutipan surat tersebut.
Tak
lama berselang, Duta Besar Myanmar, Pyo Soe, membalas surat Ustadz Abu
Bakar Ba’asyir tersebut secara resmi. Intinya pemerintah Myanmar
membantah adanya terjadinya diskriminasi dan pembantaian Muslim
Rohingya. Namun, kenyataannya hingga saat ini Muslim Rohingya terus
mengalami penindasan. Ia geram atas dusta pemerintah Myanmar itu.
“Jika
umat Islam yang minoritas memang jadi sasaran pembantaian. Lain halnya
jika umat Islam yang berkuasa, orang-orang kafir itu justru mendapatkan
keadilan,”…“Omong kosong, ajaran Budha yang katanya mengasihi itu,
buktinya yang membantai kaum Muslimin adalah orang-orang Budha,” kata
Ustadz Abu Bakar Ba’asyir saat dibesuk di LP Pasir Putih Nusakambangan,
Cilacap, Kamis 23 April 2013.
Selain
Ustadz Abubakar Ba'asyir, KH. Muhammad al Khaththath (Sekjen Forum Umat
Islam), mengatakan bahwa kita harus membantu kaum muslimin Rohingya
dalam berjihad. "Jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan
pembelaan) agama, Maka kamu wajib memberikan pertolongan," ujarnya
membacakan Qur'an surat Al Anfal ayat 72.
KH.
Muhammad al Khaththath menambahkan dengan hadits tentang keutamaan
membantu kaum muslimin dalam berjihad. "Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
Wasallam bersabda, "Siapa yang menyiapkan kebutuhan seorang yang
berperang fi sabilillah maka sungguh ia telah ikut berperang. Dan siapa
yang mengurus keluarga orang yang berperang fi sabilillah dengan baik
maka sungguh ia telah ikut berperang." paparnya.
Menurut
Ustadz Muhammad al Khaththath, Jihad merupakan salah satu sistem
pertahan dalam Islam, di Indonesia yang mayoritas muslim sangat wajar
jika menggunakan pertahanan jihad. “Jihad itu adalah suatu sistem
pertahanan di dalam islam untuk menjaga agar islam dan komunitas islam
itu tidak musnah. Karena setiap umat setiap suatu kaum itu pasti punya
sistem pertahanan dan jihad itu pertahanan Islam. Jadi jihad di
indonesia yang mayoritas muslim ya wajar toh kalau menggunakan sistem
pertahanan jihad. Umat islam Rohingya di Arakan itu bagian dari umat
islam. Kita patut memberikan solidaritas kepada mereka karena nasib
mereka yang dizalimi oleh tentara Myanmar, rezim Myanmar maupun
orang-orang Budha”, Kata Ustadz al Khaththath kepada redaksi fpi.or.id, Rabu 27 Jumadilakhir 1434/ 8 Mei 2013.
Saat
disinggung terkait pernyataan Anggota Komisi III, Eva Kusuma Sundari,
Ustadz al Khaththath mengatakan Eva Sundari itu sebenarnya tidak
mengerti Islam dan tidak memahami konstitusi nasional. “Jadi eva sundari
menurut saya tidak ada dasarnya samasekali baik dalam segi islam dia
tidak mengerti Islam dan dia tidak boleh ngomong begitu, karena dia
tidak punya otoritas, dia tidak mengerti apa-apa. Dan secara konstitusi
nasional eva sundari berarti tidak mengerti konstitusi,” cetusnya.
Selain
itu, wakil Amir Majelis Mujahidin Ustadz Abu Muhammad Jibril dalam
orasinya saat hadir aksi solidaritas terhadap kaum muslim Rohingya di
Bunderan hotel Indonesia, Jakarta, pekan lalu mengatakan, tidak
ada kata lain untuk membela umat Islam Rohingya di Myanmar kecuali
dengan jihad. "Jihad adalah solusi. Tidak ada cara lainnya untuk
menyelesaiakn apa yang terjadi di Rohingya pada hari ini," tegas Abu M
Jibril di hadapan ribuan massa umat Islam.
Ustadz
Abu M Jibril juga mengingatkan, bahwa di Indonesia ini banyak orang
Budha. Jika peringatan umat Islam kepada pemerintah Myanmar tidak
dihiraukan, maka tidak menutup kemungkinan umat Islam Indonesia akan
melakukan tindak balasan di sini. "Jika orang Budha terus membantai umat
Islam yang ada di Rohingya, maka di Indonesia juga banyak orang Budha,
di mana mereka bersembunyi kita akan memberikan pembalasan. Jika hal ini
harus dilakukan, kita akan lakukan. Tetapi harus atas perintah
panglima," katanya.
Perlu
diketahui, issu Myanmar sudah sejak lama dibahas oleh FUI dan FPI serta
MMI. Bahkan sejak setahun lalu pun, Ustadz Abu Bakar Ba'asyir sudah
menyorotinya dengan sangat serius, hingga menyurati Dubes Myanmar. Jadi,
issu Myanmar merupakan murni bagian perhatian serius gerakan Islam. FUI
dan FPI serta MMI sepakat, karena PBB dan ASEAN serta OKI sudah tak
mampu menekan Myanmar, maka JIHAD adalah jawabannya.
KARENANYA,
TIDAK ADA HUBUNGAN DENGAN TERORISME. SOAL PENANGKAPAN TERDUGA TERORIS
YANG DIHUBUNG-HUBUNGKAN DENGAN RENCANA PEMBOMAN KEDUBES MYANMAR, ITU KAN
VERSI DENSUS 88. APA KITA MASIH PERCAYA DENGAN SI SALEP 88 ???!!!..
Dalam
sebuah akun jejaring sosial twitternya tertanggal 28 Juli 2012,
dedengkot Jaringan Islam Liberal (JIL) Ulil AA berkicau perihal
pembunuhuhan etnis Muslim di Rohingya, Myanmar. Ia menulis, “Kalau umat
Islam masih menyetujui aniaya Ahmadiyah di Indonesia, maka umat Islam
tak layak protes saat umat Muslim Rohingya dianiaya di Myanmar”.
Menanggapi
kicauan Ulil di twitternya, Munarman dari Front Pembela Islam (FPI)
hanya menertawai twitt Ulil yang dinilainya sebagai logika bodoh dan
idiot. “Bodoh jika Ulil mengatakan umat Islam tak perlu protes ketika
Muslim Rohingya di Myanmar dibantai, dengan dalih umat Islam juga tidak
memperhatikan Hak Asasi Manusia (HAM) kelompok Ahmadiyah,” ujar Munarman
merasa geli.
Dikatakan
Munarman, Muslim Rohingya itu bukan kelompok aliran sesat. Sedangkan
Ahmadiyah itu ajaran sesat. Namun, bukan berarti yang sesat itu boleh
dibantai. Karena itu, membela Muslim Rohingya, bukan karena sesat atau
tidak sesat, tapi karena mereka dibantai secara keji, atau karena mereka
beragama Islam.
Sedangkan Ahmadiyah itu tidak dibantai seperti Muslim
Rohingya, tapi diluruskan akidahnya. “Kalau tidak mau diluruskan atau
segera bertobat, kelompok aliran sesat Ahmadiyah harus melepaskan
simbol-simbol Islam dan tatacara ibadah islam yang mereka lakukan.
Jelas-jelas, Ahmadiyah itu sudah keluar dari Islam. Logika Ulil yang
bodoh itu, karena dia berada pada positioning atau posisi sebagai
pembela kemungkaran. Pokoknya Ahmadiyah yang sesat dibela, sedangkan
membela muslim Rohingya yang dibantai malah dikecam. Itu namanya amar
mungkar nahi ma’ruf,” kata Munarman.
Sementara
itu, Ketum PBNU, KH. Said Aqil Siradj menyatakan kaum muslimin
Indonesia tidak perlu pergi ke Myanmar untuk berjihad terkait penindasan
yang dialami muslim Rohingya. Sebab, konflik yang terjadi di Myanmar
bukanlah konflik agama sehingga para mujahidin diimbau tidak pergi ke
Myanmar. Krisis yang dialami kaum muslimin Rohingya merupakan masalah
internal negara Myanmar. ”Tidak perlu ada jihad, sama sekali tidak
tepat.
Sebab, sebenarnya itu masalah dalam negeri Myanmar. Biarlah dalam
negeri mereka yang menyelesaikannya,” kata dia dalam jumpa pers perihal
isu Rohingya di gedung PBNU, Jakarta.
Pernyataan
tersebut mendapat tanggapan dari Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI),
Habib Muhammad Rizieq Syihab, sbb:
"Konflik Myanmar bukan konflik
horizontal, tapi Genocide Sistemik yang melibatkan pemerintah, parlemen
dan agamawan Budha di Myanmar. UU Pencabutan Kewarganegaraan Muslim
Rohingya yang dibuat Pemerintah dan Parlemen Myanmar justru telah
menjadi justifikasi bagi pembantaian Muslim Rohingya oleh Ekstrimis
Budha dengan restu militer. Dan itu bukan hanya urusan umat Islam, tapi
urusan masyarakat internasional, karena ada pelanggaran HAM super berat.
Bodoh sekali Agil Siraj, bahkan idiot, menganggap itu hanya urusan
internal Myanmar. Dasar DAYYUUTS !!!". [slm/fpi]