Kamis, 25 April 2013

“MEMAHAMI PROPAGANDA IBLIS”


Kamis, 25 April 2013









Oleh: Dr. Adian Husaini
TAHUN 2013 ini, kontes Miss World akan diselenggarakan di Indonesia. Kabarnya, selain digelar di Bali dan Jakarta, acara puncaknya akan digelar di Sentul, Bogor, Jawa Barat, pada 28 September 2013. Jika peristiwa ini benar-benar terjadi, maka ini sebuah peristiwa bersejarah. Untuk pertama kalinya, kontes Miss World terjadi di sebuah negeri Muslim terbesar di dunia, di salah satu propinsi yang dikenal paling religus, yang kebetulan sedang dipimpin seorang Ustad kondang, yakni Ustad Ahmad Heryawan Lc.

Menurut ketua  Miss Indonesia Organization, Liliana Tanoesoedibjo, dibutuhkan  waktu tiga tahun untuk meyakinkan induk organisasi Miss World agar mau memilih Indonesia sebagai tuan rumah. Liliana adalah istri pemilik MNC Group Harry Tanoesoedibjo yang juga tokoh Partai Hanura dan salah satu konglomerat serta penguasa media terkemuka di Indonesia. 

Bagi aktivis perkontesan pemilihan perempuan-perempuan cantik, maka peristiwa ini tentu dianggap sebagai sebuah momentum besar. Indonesia dipercaya sebagai tuan rumah untuk acara internasional, yang kabarnya akan disiarkan langsung oleh lebih dari 100 televisi dari berbagai negara. Indonesia akan terkenal. Ujungnya, diharapkan, pariwisata akan makin maju. Duit pun diharapkan masuk.

Di ajang kontes Miss World ini, Indonesia akan diwakili Miss Indonesia 2013, Vania Larissa. Untuk dapat memenangkan kontes ini, kontestan harus memiliki kriteria tertentu. Situs lifestyle.okezone.com memberitakan, bahwa  kriteria pemenang dalam kontes ini tidak hanya mendasarkan pada poin paras cantik, tapi juga dinilai aspek kepribadian dan jiwa sosial.

Kepada Okezone.com, di Jakarta, Selasa (19/2/213), Julia Morley, Chairwoman of Miss World Organization mengatakan,  "Mereka semua yang mengikuti ajang Miss World adalah wanita-wanita cantik, mereka semua bisa menjadi Miss World. Tapi kami memilih peraih gelar Miss World tidak hanya dari wajah cantik saja, tapi sangat penting bagi kami melihat satu diantara mereka yang benar-benar memiliki jiwa sosial yang tinggi.

Sejak kemunculannya di tahun 1951 di London, kontes Miss World sudah memunculkan pro-kontra.  Situs www.bbc.co.uk (5/11/2011), menyambut kontes Miss World ke-60 di London, tahun 2011, sekelompok feminis menggalang demonstrasi menentang acara tersebut.  Sebuah pernyataan di situs “London Feminist Network” menyatakan, “Tidak ada tempat bagi kompetisi ini!” (the competition has no place in London in 2011). Situs feminis ini juga menegaskan: "Forty years ago feminists disrupted this sexist contest in a spectacular fashion, with chants of, 'we're not beautiful, we're not ugly, we're angry'.

Mulanya, kontes kecantikan ini semata-mata menekankan soal fisik (beauty). Mungkin untuk mengurangi kontroversi, di kemudian hari ada dua unsur lain ditambahkan menjadi kriteria penilaian, yaitu “brain” (kecerdasan) dan “behavior” (perilaku). Tapi, bagaimana pun, yang utama tetap faktor fisik. Sebab, ini adalah kontes kecantikan. Otak dan perilaku bukan yang utama. Banyak perempuan cerdas dan berprestasi tinggi di bidang sosial, tetapi tidak mungkin menjadi peserta kontes kecantikan ini. Itu semata-mata karena tidak memenuhi kriteria secara fisik. Di sejumlah kontes kecantikan, kriteria fisik ini sangat ketat dan bahkan sangat berlebihan.

Sebagai contoh, pada 5 September 2012 lalu, sebuah kontes kecantikan di China menuai kontroversi. Pasalnya, juri dianggap menetapkan kriteria fisik yang ‘terlalu ketat’.  Kontes yang diselenggarakan oleh “The Chinese website Model Net (mtw.cc), antara lain mensyaratkan: mulai babak semifinal dan seterusnya, jarak antara dua puting payudara harus di atas 7,8 inci (20 cm). Menurut panitia, kriteria ‘cantik’ itu berdasar pada standar Cina klasik dipadukan dengan hasil riset ilmiah modern.

Banyak pihak mengkritik krtiteria “cantik” dalam kontes ini. Tapi, dalam kontes kecantikan,  yang dinilai dan diukur memang fisik kontestan. Mata, alis, jidat, hidung, bibir, leher, pipi, rambut, payudara, perut, pantat, dan kaki kontestan harus tampak cantik di mata juri!  Semua anggota tubuh itu harus bisa dilihat dengan jelas dan bisa ‘diukur’ oleh dewan juri. 

Karena yang dijadikan standar utama adalah faktor kecantikan fisik, maka pemenang kontes ini pun tak selamanya dianggap cantik. Sebab, cantik terkait dengan umur. Makin tambah umur, biasanya kecantikan semakin memudar. Makin tua makin menurun pesona kecantikan fisik seseorang. Karena itu, tiap tahun, dibutuhkan kontes perempuan cantik yang baru untuk dihasilkan perempuan-perempuan cantik dan segar untuk dapat dinikmati kecantikannya oleh syahwat laki-laki dan kepentingan bisnis di dunia kecantikan dan kewanitaan. 

Tuhan disingkirkan
Fenomena “kontes kecantikan” menjadi salah satu ciri dari peradaban materi yang menjadi  cirri khas dari peradaban Barat (Western Civilization). Peradaban Barat modern sarat dengan pemujaan materi. Ada empat hal yang dipuja dalam peradaban ini, yaitu: kekayaan, jabatan, kecantikan, dan popularitas. Agama disingkirkan sebagai sumber nilai, digantikan dengan budaya dan spekulasi akal.

Jika agama sudah disingkirkan dari kehidupan, lalu budaya dan akal semata dijadikan sebagai tolok ukur kebenaran, maka ketika itulah sebenarnya manusia sudah mengangkat dirinya menjadi Tuhan. Itulah yang terjadi pada peradaban Barat modern sekarang ini. Manusia sudah mengangkat dirinya menjadi Tuhan dan kemudian manusia merasa mampu mengatur Tuhan. Dalam istilah Prof. Naquib al-Attas: “Man is deified and Deity humanized”.

Peradaban Barat memang bukan menolak agama dan menolak kebaradaan Tuhan, tetapi, tidak memberi peran yang penting kepada Tuhan dan agama dalam sistem berpikir mereka.   Itu yang dikatakan Muhammad Asad dalam bukunya “Islam at The Crossroads”: “Western Civilization does not strictly deny God, but has simply no room and no use for Him in its present intellectual system.”  (Muhammad Asad, Islam at The Crossroads, (Kuala Lumpur: The Other Press).

Logika berpikir “membuang Tuhan” itulah yang kita jumpai pada logika kontes Miss World.  Jangan bicara Tuhan di sini! Jangan bicara moral! Yang ada adalah nilai seni, hiburan, devisa, popularitas, dan keuntungan materi. Ketika “Tuhan” sudah dibuang, maka manusia merasa berhak menentukan mana yang baik dan mana yang buruk. Padahal, ketika itu, manusia pada hakekatnya sedang menjadikan ‘hawa nafsunya’ sebagai Tuhannya. (QS 45:23).

Tahun 2011, sebuah situs perempuan memberitakan adanya sebuah kontes pemilihan vagina terindah di AS. Kontes itu diberi nama 
“The Most Beautiful Miss V Contest”, yang diselenggarakan oleh sebuah klub di Portland, Oregon. Kononnya, juri dalam kontes itu terdiri atas enam orang selebriti setempat.  Untuk menentukan pemenangnya, si juri dibekali dengan alat kaca pembesar. Akhirnya, setelah melakukan penelitian dengan cermat, terpilihlah seorang juara yang dianugerahi mahkota dan gelar sebagai “Miss Beautiful Vagina 2011”.

Di Indonesia pun, kelompok liberal yang tergabung dalam Teater Salihara, pada 9 Oktober 2012, menggelar teater dari Perancis yang seluruh pemainnya bertelanjang bulat saat pentas. Situs: salihara.org/community/2012/10/12/tari-telanjang-tanpa-rangsang, menurunkan berita dengan judul “Tari Telanjang Tanpa Rangsang” (12 Oktober 2012). Ditulis dalam situs ini: “Tubuh telanjang tidak selalu menjadikan pelihatnya terangsang. Tari telanjang pun juga tak selalu berkutat dalam bingkai erotis pemancing syahwat. Dalam konteks ini, Amour, acide, et noix (2001) dari Daniel Léveillé Danse (Kanada) menjadi contohnya. Penampilan mereka dalam Festival Salihara Keempat Selasa (09/10) lalu memukau 230-an penonton di Teater Salihara.”

Logika “membuang Tuhan” dari nilai-nilai kehidupan inilah yang mudah kita jumpai pada pihak penyelenggara dan pendukung kontes kecantikan sejenis Miss World. Alasan yang senantiasa dikemukakan adalah untuk keuntungan popularitas dan peningkatan pariwisata.  Tidak ada kriteria yang pasti, mana tubuh yang boleh dibuka atau ditutup. Itu tergantung budaya, tergantung situasi. Tidak ada ukuran yang pasti mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh.

Tampaknya, para pelaku seni liberal ini berprinsip “Seni untuk seni!” Bukan “seni untuk ibadah”. Tidak ada nilai agama dilibatkan. Toh, kata mereka, kontes-kontes semacam ini menghibur (baca: memuaskan syahwat), tidak mengganggu orang lain, bahkan berhasil menyedot banyak pengunjung.

Pada 15 November 2012, sebuah situs hiburan di Indonesia menampilkan judul berita: “Kriteria Miss Indonesia 2013 Ikuti Standar Miss World”.  Salah satu anggota tim juri audisi Miss Indonesia 2013 menyatakan: "Karena ini ajang kecantikan, bagaimana pun yang paling penting adalah fisik perlu diperhatikan, seperti wajah, tinggi badan dan proposional berat tubuh."

Itulah kontes kecantikan! Agar kontes semacam ini tidak menampakkan eksploitasi tubuh perempuan yang terlalu vulgar – mirip-mirip seleksi ‘binatang sembelihan’ -- maka dibuatlah kriteria ‘tambahan’ dengan memasukkan aspek intelektual, seperti wawasan sejarah, pengetahuan umum, dan kemampuan bahasa. Dalam sebuah acara konferensi pers di Jakarta, (19/2/213), Julia Morley, Chairwoman of Miss World Organization mengatakan: 

"Mereka semua yang mengikuti ajang Miss World adalah wanita-wanita cantik. Mereka semua bisa menjadi Miss World. Tapi kami memilih peraih gelar Miss World tidak hanya dari wajah cantik saja, tapi sangat penting bagi kami melihat satu di antara mereka yang benar-benar memiliki jiwa sosial yang tinggi."  (okezone.com)
Jadi, ini kontes kecantikan! Yang diukur utamanya adalah aspek fisik perempuan. Karena itulah biasanya dalam kontes ini ada sesi parade peserta dalam pakaian bikini. Para peserta disuruh berjalan, bermain-main di kolam renang, untuk bisa dinikmati dan diukur kadar kecantikan fisiknya oleh dewan juri.

Itulah kontes kecantikan. Sehebat apa pun seorang perempuan; mungkin ia juara olimpiade matematika, pakar ilmu pengetahuan, pekerja sosial hebat, pembela kaum tertindas, penemu vaksin AIDS, penopang keluarga, pendidik yang hebat, dan sebagainya  -- tapi si perempuan tidak cantik, muka cacat bekas luka, ukuran cebol  – maka ia harus tahu diri. Menyingkirlah dari kontes ini! Sebab, Anda tidak cantik! Anda tidak patut dipuja-puji dan ‘dijual’ ke seantero dunia.

Iblis yang Menawan
Sikap ”membuang Tuhan” dalam kehidupan jelas-jelas bertentangan dengan prinsip Ketuhanan YangMaha Esa.  Katanya, bangsa Indonesia ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Katanya, bangsa Indonesia berdasarkan pada Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Tentu sulit diterima akal sehat, jika ada manusia yang mengakui keberadaan Tuhan YME tetapi menolak kedaulatan Tuhan; menolak untuk tunduk patuh pada aturan-aturan Tuhan. Sikap mengakui eksistensi Tuhan tetapi menolak kedaulatan-Nya  seperti itu sudah pernah dicontohkan oleh Iblis, makhluk yang sombong dan durhaka kepada Allah.

Dalam al-Qur’an dijelaskan, bahwa Iblis dikutuk dan diusir karena menolak perintah Allah. Iblis tidaklah ateis atau agnostik. Iblis tidak mengingkari adanya Tuhan. Iblis tidak meragukan wujud maupun ke-Esaan-Nya. Iblis bukan tidak kenal Tuhan. Ia tahu dan percaya seratus persen. Tetapi, meskipun ia tahu kebenaran, ia disebut ‘kafir’, karena mengingkari dan menolak untuk tunduk patuh kepada Tuhan YME.

Kesalahan Iblis bukan karena ia tak tahu atau tak berilmu. Kesalahannya karena ia membangkang. (QS 2:34, 15:31, 20:116). Iblis sombong dan menganggap dirinya hebat (QS 2:34, 38:73, 38:75). Allah berfirman: “Dia adalah dari golongan jin, maka ia durhaka terhadap perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain kepada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah Iblis itu sebagai pengganti (Allah) bagi orang-orang yang zalim” (QS 18:50).  Maka Iblis juga sudah bertekad: “Sungguh akan kuhalangi mereka dari jalan-Mu yang lurus. Akan kudatangi mereka dari arah depan dan belakang, dari sebelah kanan dan kiri mereka!” (QS 7:16-17).

Sosok Iblis dalam al-Quran adalah sosok yang pintar dan berilmu, sejenis cendekiawan. Dalam bukunya, Orientalis dan Diabolisme Intelektual, Dr. Syamsuddin Arief menjelaskan ciri-ciri “cendekiawan bermental Iblis”.

Pertama, selalu membangkang dan membantah (6:121). Meskipun ia kenal, tahu dan faham, namun tidak akan pernah mau menerima kebenaran. Selalu dicarinya argumen untuk menyanggah dan menolak kebenaran demi mempertahankan opininya. Sebab, yang penting baginya bukan kebenaran, akan tetapi pembenaran. Jadi, bukan karena ia tak tahu mana yang benar, tetapi karena ia memang tidak mau mengikuti dan tunduk pada kebenaran itu.

Kedua, cendekiawan bemental Iblis itu “bermuka dua”, menggunakan standar ganda (QS 2:14). Mereka menganggap orang beriman itu bodoh, padahal merekalah yang bodoh dan dungu (sufaha’). Intelektual semacam inilah yang diancam Allah dalam al-Qur’an : “Akan Aku palingkan mereka yang sombong tanpa kebenaran itu dari ayat-ayat-Ku. Sehingga, meskipun menyaksikan setiap ayat, tetap saja mereka tidak akan mempercayainya. Dan kalaupun melihat jalan kebenaran, mereka tidak akan mau menempuhnya. Namun jika melihat jalan kesesatan, mereka justru menelusurinya” (QS 7:146).

Ketiga, ialah mengaburkan dan menyembunyikan kebenaran (talbis wa kitman al-haqq). Cendekiawan Iblis bukan tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah. Namun ia sengaja memutarbalikkan data dan fakta. Yang batil dipoles dan dikemas sedemikian rupa sehingga nampak seolah-olah haq. Sebaliknya, yang haq digunting dan di’preteli’ sehingga kelihatan seperti batil. Iblis punya kemampuan juga mencampur-aduk dua-duanya sehingga tidak jelas lagi beda antara yang benar dan yang salah.

Strategi semacam ini memang sangat efektif untuk membuat orang lain bingung dan terkecoh. Al-Qur’an pun telah memberitahukan: “Memang ada manusia-manusia yang kesukaannya berargumentasi, menghujat Allah tanpa ilmu, dan menjadi pengikut setan yang durhaka. Telah ditetapkan atasnya, bahwa siapa saja yang menjadikannya sebagai kawan, maka akan disesatkan olehnya dan dibimbingnya ke neraka” (QS 22:3-4).

Dengan tipudaya Iblis, khamar diiklankan dan dijadikan kebanggaan oleh sebagian manusia modern; perzinahan dianggap biasa dan bukankejahatan, bahkan dilegalkan dan tidak dipersoalkan kebejatannya; pertunjukan telanjang dipromosikan sebagai suatu keindahan (seni) dan amal kebajikan. Di zaman globalisasi saat ini, diakui, bahwa informasi adalah kekuatan yang paling dahsyat. Penguasa informasi adalah yang menguasai otak manusia saat ini. Mereka dengan leluasa berpotensi memutarbalikkan fakta dan kebenaran. Di sinilah ‘talbis Iblis’ (tipu daya Iblis) dapat terjadi.  

Yang haq dipromosikan sebagai kebatilan, dan yang BATHIL dikampanyekan sebagai AL-HAQ. Banyak motif para pelaku talbis Iblis. Bisa karena memang ada kesombongan, ada penyakit hati, atau karena motif mencari keuntungan duniawi.
Kisah Iblis begitu banyak diceritakan dalam al-Quran. Pesannya sangat jelas kepada kita, orang Muslim: jangan contoh perilaku Iblis! Dia memang pintar, tapi licik, durhaka dan berani menantang Tuhan. Satu lagi: dalam menyesatkan manusia, Iblis menggunakan cara-cara yang halus dan canggih. Kata-katanya menawan. Iblis tidak membentak-bentak Adam dan Hawa. Iblis bermuka manis, bertutur kata lembut dan sopan.

Bahkan, Iblis menampakkan sikap yang sangat simpatik kepada Adam dan Hawa. Iblis sepertinya tidak bertampang seram, seperti digambarkan selama ini dalam berbagai komik dan film atau sinetron. Tapi, Iblis itu bisa berwajah cantik dan menawan. Iblis tidak mengatakan: ”Wahai Adam, tidak usah pedulikan larangan Tuhan!” Tapi, Iblis bersikap sebagai teman akrab. Iblis bersumpah kepada Adam dan Hawa, bahwa dia adalah sahabat karib yang menasehati Adam dan Hawa dengan tulus ikhlas. (QS 7:21). Allah juga mengingatkan, bahwa musuh para Nabi dan pengikutnya adalah ’setan dari jenis manusia dan setan jenis jin’ yang aktivitas mereka adalah membisikkan kata-kata indah (zukhrufal qauli) untuk menipu manusia. (QS 6:112).

Menjelang digelarnya kontes Miss World 2013 di Indonesia, kita, kaum Muslim Indonesia, patut merenungkan benar-benar kisah Iblis, sifat, perilaku dan kiat-kiat propagandanya dalam menyesatkan manusia. Iblis  sudah terbukti sangat profesional dalam soal penyesatan manusia. Perbuatan yang jelas-jelas munkar dan jahat bisa dikemas dan dipropagandakan sedemikian rupa sehingga tampak indah, menawan, dan mendapatkan dukungan masyarakat secara luas.   

Karena itulah, kita diseru oleh Allah SWT: 
”Wahai orang-orang beriman, masuklah ke dalam Islam secara kaffah, dan jangan sekali-kali mengikuti ’garis-garis’ setan. Sesungguhnya setan adalah musuhmu yang nyata.” (QS 2:208).

Jadi, jika mau selamat dari tipu daya Iblis, maka kita diimbau agar masuk ke dalam Islam secara kaffah. Jangan tanggung-tanggung jadi orang Muslim! Jangan bersikap seperti Iblis! Hanya mau menerima hal-hal tertentu yang disukainya, tetapi menolak aturan-aturan Allah yang tidak disukai atau dianggap merugikan dirinya!
Tapi, kita manusia, yang bisa khilaf dan lupa. Jika kita sempat tergoda Iblis atau setan, terjebak dalam tipudayanya, segeralah kita ingat Allah, bertobat! Manusia yang baik, bukan tidak pernah salah dan dosa, tetapi manusia yang segera sadar akan kessalahannya. Itulah yang dilakukan oleh Adam a.s. Jangan seperti Iblis! Sudah berbuat salah, tidak mengaku salah, tapi malah membangkang dan berani menantang Tuhan. Na’udzublillahi min dzalika. Kita berlindung kepada Allah dari sikap-sikap pongah gaya Iblis semacam itu.

Berikut ini doa yang diajarkan Nabi saw agar kita terhindar dari godaan setan: ”Rabbi a’udzubika min hamazaatisy syayaathini, wa-a’udzubika Rabbi an-yahdhurun.”  (Ya Allah, Ya Tuhanku, aku berlindung kepada-Mu dari bisikan-bisikan setan; dan aku berlindung (pula) kepada-Mu, Ya Tuhanku, dari kedatangan mereka kepadaku).” /Depok, 23 April 2013 

(Penulis Ketua Program Doktor Pendidikan Islam – Universitas Ibn Khaldun Bogor. Catatan Akhir Pekan [CAP] adalah hasil kerjasama Radio Dakta 107 FM dan hidayatullah.com). [slm/fpi]

Senin, 22 April 2013

Inilah Sikap Tegas Jusuf Kalla Soal Gereja di Depan 700 Pendeta

JAKARTA (voa-islam.com) - Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla bicara soal toleransi 56.000 gereja, itulah tema sebuah kiriman Broadcast BlackBerry Messenger yang banyak tersebar dan diterima redaksi voa-islam.com.

Isi dari pesan tersebut mengisahkan Jusuf Kalla yang kini menjadi Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) yang menanggapi secara tegas pertanyaan tentang GKI Yasmin, Bogor di hadapan 700 ratus pendeta. Ia juga berbicara soal toleransi yang harus berasal dari kedua belah pihak. Berikut ini kutipan lengkap kisah Jusuf Kalla yang berani bersikap tegas di hadapan para pendeta.


Jumat sore kemarin (1/3/2013), Pak Jusuf Kalla memimpin rapat DMI. Sehabis Magrib beliau cerita bahwa baru saja ceramah di Makasar dalam konferensi gereja dihadapan 700 pendeta. Dalam sesi tanya jawab ada yang tanya tentang gereja di Yasmin (GKI Yasmin- red.)  Bogor beliau menjawab: “Anda ini sudah punya 56.000 gereja seluruh Indonesia tidak ada masalah, seharusnya berterima kasih, pertumbuhan jumlah gereja lebih besar daripada masjid, kenapa urusan satu gereja ini anda sampai bicara ke seluruh dunia?”


“Toleransi itu kedua belah pihak, anda juga harus toleran. Apa salahnya pembangunan dipindah lokasi sedikit saja, Tuhan tidak masalah kamu mau doa di mana. Izin Membangun gereja bukan urusan Tuhan, tapi urusan Walikota,” begitu khasnya Jusuf Kalla dengan nada yang tinggi.


Kemudian Jusuf Kalla bercerita lagi, bahwa dalam konferensi gereja di hadapan 700 pendeta Pak Jusuf Kalla juga ditanya: "Mengapa di kantor-kantor mesti ada masjid?"


Dengan tegas JK menjawab: "Justru ini dalam rangka menghormati anda. Jumat kan tidak libur, anda libur hari Minggu untuk kebaktian. Anda bisa kebaktian dengan 5 kali shift, ibadah Jum’at cuma sekali. Kalau anda tidak suka ada masjid di kantor, apa anda mau hari liburnya ditukar; Jum’at libur, Minggu kerja. Pahami ini sebagai penghormatan umat Islam terhadap umat Kristen,” tegas Jusuf Kalla.


Tentu saja kisah Jusuf Kalla yang begitu berani mengambil sikap tegas itu jelas membuat kagum umat Islam yang mendengarnya. Namun demi memperoleh kebenaran cerita tersebut jurnalis voa-islam.com mengkonfirmasi ustadz Fahmi Salim yang turut serta dalam rapat DMI bersama Jusuf Kalla.


Wakil Sekjen MIUMI tersebut akhirnya membenarkan cerita Jusuf Kalla tersebut. “itu betul, disampaikan bapak Jusuf Kalla saat rapat di DMI Jum’at sore kemarin. Jadi beliau menceritakan apa yang disampaikan saat diundang oleh sinode gereja di Makassar,” kata ustadz Fahmi Salim, kepada voa-islam.com, Ahad (3/3/2013).


Semoga sikap bijak dan tegas Jusuf Kalla itu bisa dicontoh oleh para pemimpin, tokoh maupun negarawan yang lain. Jangan sampai demi meraih simpati minoritas seorang Muslim menanggalkan pembelaannya terhadap kepentingan umat Islam. [Ahmed Widad]

Selasa, 16 April 2013

Wawancara Khusus Bersama Mufti Besar Kesultanan Sulu Habib Rizieq Syihab

Senin, 08 April 2013 | 05:13 WIB
 
WAWANCARA KHUSUS DENGAN MUFTI BESAR KESULTANAN SULU DARUL ISLAM AL-HABIB MUHAMMAD RIZIEQ BIN HUSEIN SYIHAB, MA, DPMSS.
Nama Kesultanan Sulu yang semula tersembunyi dan hampir tidak ada yang tahu, tiba-tiba sontak menggemparkan dunia, akibat sekumpulan orang bersenjata mendatangi dan menyerang Lahad Datu - Sabah, Malaysia, atas nama "Tentara Kesultanan Sulu" untuk menuntut pengembalian Sabah ke pangkuan Kesultanan Sulu. Perang antara mereka dengan Tentara Diraja Malaysia pun tak dapat dielakkan lagi. 

Dan yang lebih mengejutkan lagi, ternyata The Grand Mufti of Sulu adalah orang Indonesia yang sudah tidak asing lagi kiprahnya dalam dunia pergerakan Islam, dialah Al-Habib Muhammad Rizieq bin Husein Syihab. Dengan menyandang gelar Datu Paduka Maulana Syar'i Sulu disingkat DPMSS beliau dinobatkan oleh Sultan Sulu sebagai Mufti Besar bagi Sultanate of Sulu Darul Islam (SSDI) sejak tanggal 23 Rabi'ul Awwal 1430 H / 19 Maret 2009 M, tatkala beliau masih mendekam di sel penjara Polda Metro Jaya terkait Insiden Monas 1 Juni 2008.

Pada hari Senin 4 Maret 2013, Habib Rizieq selaku Mufti Besar Negeri Sulu dengan didampingi Menteri Luar Negeri Sulu Datu H. Zakariya dan menteri Pemuda Sulu Datu Asree Moro, sibuk dari pagi hingga malam melakukan pembicaraan dengan berbagai pihak dari para petinggi Malaysia. Puncaknya menjelang tengah malam, rombongan Kesultanan Sulu yang dipimpin Sang Mufti diterima Menteri Pertahanan Malaysia Datu Sri Zahid Hamidi di sebuah Hotel Berbintang di Kuala Lumpur. Apa yang dirundingkan ? Berikut wawancara khusus SUARA ISLAM dengan Mufti Besar Sultanate of Sulu Darul Islam (SSDI) tentang apa dan bagaimana yang terjadi dengan Negeri Sulu sebenarnya.

SI : Habib, ada sejumlah penulis dan pengamat di Indonesia melalui berbagai media massa, yang menyebut persoalan Sulu hanyalah "pepesan kosong", menurut Habib ?

HABIB : Ungkapan tersebut hanya keluar dari sekumpulan orang yang "tidak tahu" apa-apa tentang Sulu, tapi "sok tahu".

SI : Habib bisa ceritakan sedikit tentang letak Kesultanan Sulu dan asal usulnya ?

HABIB : Pada awal abad 13 Miladiyyah, telah ramai datang para Ulama Ahlul Bait, yaitu para Habaib yang berasal dari Hadramaut - Yaman ke kepulauan Sulu dan Mindanau di Selatan Philipina untuk menyebarkan Islam. Da'wah mereka sukses dan berkah, sehingga hampir seluruh masyarakat disana memeluk Islam.
Pada Tahun 1405 M, Syariful Hasyim yang nama aslinya adalah Sayyid Abu Bakar, karena jasanya mengislamkan Sulu, maka dinobatkan oleh masyarakat Sulu sebagai Sultan untuk memimpin Kesultanan Islam Sulu, yang wilayahnya meliputi Pulau Palawan, Tawi-Tawi, Sabah, Sulu, Basilan dan Zamboanga.
Dan di Tahun 1515 M, masyarakat Mindanau menobatkan kerabat Sultan Sulu, yaitu Syarif Muhammad Kabungsuan, karena jasanya mengislamkan Mindanau, sebagai Sultan Mindanau dengan wilayah kekuasaan mencakup seluruh kepulaun Mindanau kecuali Zamboanga. Kedua Kesultanan Islam bersaudara, saling cinta dan bekerja sama. Bahkan ketika Spanyol datang hendak menjajah, kedua Kesultanan Islam tersebut bahu membahu mengalahkan Tentara Spanyol.

SI : Tapi dalam sejarah dunia disebutkan bahwa Spanyol dan Amerika Serikat pernah berkuasa atas Sulu dan Mindanau ?

HABIB : Tidak betul ! Yang benar Spanyol dan Amerika Serikat secara bergantian menguasai Phlipina, bukan Sulu dan Mindanau. Ada TIGA BUKTI sejarah yang menunjukkan hal terdebut :
Pertama, pada  tangal 7 November 1873, Menteri Inggris di Madrid, A.H.Layard, menyurati Kerajaan Spanyol dan menyatakan bahwa Inggris punya hak menolak kedaulatan Spanyol atas Sulu, karena masyarakat Sulu tidak pernah mengakui dan tunduk menyerah kepada Spanyol.
Kedua, dalam Perjanjian Paris Treaty tahun 1898 yang mengharuskan Spanyol menyerahkan seluruh jajahannya di Philipina kepada Amerika Serikat hanya menyebutkan dari wilayah Luzon sampai wilayah Vesayas, sehingga tidak termasuk Sulu dan Mindanau, karena memang Spanyol tidak pernah berhasil menguasai Sulu dan Mindanau.

Ketiga, dalam PETA yang dikeluarkan Perjanjian Paris Treaty tahun 1898 antara Amerika Serikat dan Spanyol dibuat GARIS PEMISAH antara wilayah jajahan Spanyol yang meliputi Luzon dan Vesayas dengan wilayah Moroland yang meliputi Sulu dan Mindanau.
Tapi memang, Spanyol dan Amerika Serikat selalu berupaya untuk menguasai Sulu dan Mindanau yang mereka sebut dengan bangsa MORO, tapi mereka selalu mendapat perlawanan sengit dari rakyat Sulu dan Mindanau, 

Jadi jelas, bahwa sejak berdiri Kesultanan Sulu mau pun Kesultanan Mindanau adalah Negeri Merdeka yang berdaulat, bukan bagian dari Philipina, Spanyol atau pun AS.

SI : Lalu, bagaimana ceritanya Kesultanan Sulu dan Kesultanan Mindanau yang semula adalah Negara Merdeka berdaulat, tapi kini dikuasai Philipina ?

HABIB : Setelah Syariful Hasyim menjadi Sultan Sulu, maka anak cucunya secara turun temurun menjadi Sultan Sulu, hingga giliran Sultan Badaruddin I yang memiliki dua putera : Pertama Sultan Azimuddin I, yaitu moyang dari keluarga Kiram yang saat ini dinobatkan oleh pemerintah Philipina sebagai Sultan Sulu dan beristana di Manila. Dan kedua, Raja Muda Datu Bantilan, yaitu moyang dari Sultan Bantilan Mu'izzuddin II yang saat ini dinobatkan sebagai Sultan Sulu oleh para Syarif, Datu, Ulama, Tokoh dan Rakyat Sulu melalui Musyawarah di RUMAH BICARA yaitu semacam Rumah Majelis Syura Rakyat Sulu di Jolo ibukota Sulu.
Ketika Sultan Azimuddin I berkuasa, hubungannya sangat dekat dengan Spanyol, bahkan sampai ada "issu" bahwa dia "dibaptis" di Manila ibu kota Philipina. Sultan Azimuddin I berkilah bahwa itu hanya "siasat", namun tatakala dia mengizinkan Spanyol membangun gereja di Sulu, maka rakyat Sulu pun marah, sehingga Sultan Azimuddin I dima'zulkan dan diganti dengan adiknya, yaitu Raja Muda Datu Bantilan yang dinobatkan sebagai Sultan Mu'izzuddin I. Namun, 30 tahun kemudian Sultan Mu'izzuddin I mengembalikan tahta Kesultanan kepada kakaknya Sultan Azimuddin I tatkala diketahui sudah bertaubat dan usianya pun sudah sangat lanjut, sebagai tanda cinta antara dua bersaudara.

Sejak saat itu, proses sejarah berjalan, keturunan kakak beradik Sultan Azimuddin I dan Sultan Mu'izzuddin I secara bergantian menjadi Sultan Sulu melalui musyawarah di RUMAH BICARA.
Jatuhnya Sulu dan Mindanau ke Philipina bermula dari datangnya Amerika Serikat dan sekutunya menjajah Philipina. Kemudian dari Philipina, AS dan sekutunya terus menerus melancarkan serangan ke Sulu dan Mindanau untuk dijajah. Namun rakyat Sulu dan Mindanau terus melakukan perlawanan sengit.
Akhirnya, AS berhasil mengadu-domba keluarga Kesultanan Sulu dan Mindanau, sehingga ada sejumlah keluarga kesultanan yang bersekutu dengan AS, sehingga AS lebih mudah mengklaim bahwasanya Sulu dan Mindanau sudah dikuasainya. Padahal, di Sulu dan Mindanau tiada hari tanpa perlawanan rakyat terhadap AS dan sekutunya.

Ketika AS dan sekutunya melepaskan Philipina, maka mereka memasukkan Sulu dan Mindanau ke wilayah Philipina, sehingga pemerintah Philipina mengklaim Sulu dan Mindananu merupakan bagian dari negerinya. Hal ini tentu ditolak oleh rakyat Sulu dan Mindanau, karenanya hingga kini terjadi perlawanan sengit dari rakyat Sulu dan Mindanau melalui perjuangan MNLF yang dipimpin Nur Missuari, dan MILF yang dipimpin Haji Murad, serta ABG yaitu ABU SAYYAF GROUP, dan kelompok lainnya.
Sementara keluarga Kesultanan Sulu dan Mindanau kembali dipecah belah dan di adu domba oleh Pemerintah Philipina dengan menciptakan banyak Sultan dan Datu PALSU untuk melemahkan perjuangan rakyat Sulu dan Mindanau.

Maka itu, tidak heran jika pada tanggal 12 September 1962, Sultan Ismail Kiram I, yang dinobatkan oleh Philipina, menanda tangani penyerahan Kedaulatan Sabah dan seluruh Kepulauan Sulu kepada Pemerintah Philipina. Apalagi Sultan ini pernah ikut sebagai Tentara AS dalam Perang Dunia II dengan pangkat Mayor.
Nah, sejak saat itulah hingga kini Philipina mengklaim bahwa Sulu dan Mindanau, termasuk Sabah di Kalimantan Utara menjadi wilayah kedaulatannya.

SI : Kenapa Philipina hanya mengakui Sultan Keluarga Kiram dari keturunan Sultan Azimuddin I, sedang keluarga Sultan Bantilan dari keturunan Sultan Mu'izzuddin I tidak diakui Philipina ?

HABIB : Ada dua alasan utama : Pertama, karena keluarga Sultan Kiram mau mengakui kedaulatan Philipina atas Sulu dan Mindanau, sehingga rela jadi warga negara Philipina. Sedang keluarga Sultan Bantilan tidak mengakui hal tersebut, bahkan berjuang untuk kemerdekaan Sulu dan Mindanau, sejak dahulu hingga kini.

Kedua, Philipina berpegang kepada putusan Hakim Makaskie pada pengadilan British di Borneo tahun 1939 M, yang menyebutkan bahwa pewaris Kesultanan Sulu yang berhak atas "Uang Sewa Sabah" ada sembilan, yaitu dua pria dan tujuh wanita, yang kesemuanya dari keluarga Sultan Kiram. Padahal, putusan tersebut hanya terkait tuntutan kesembilan pewaris tersebut terhadap "Uang Sewa Sabah" saja, sementara keluarga Sultan Bantilan ketika itu memang tidak mengajukan tuntutan "Uang Sewa Sabah", tapi yang mereka tuntut adalah KEMERDEKAAN SULU.
Jadi, jelas kenapa Philipina mau mengakui Sultan Kiram dan menolak Sultan Bantilan.

SI : Kalau begitu, siapa Sultan Sulu yang sah ? 

HABIB : Bagi rakyat Sulu bahwa Sultan yang sah adalah Sultan yang dipilih dan direstui oleh para Syarif, Datu, Ulama, Tokoh dan Rakyat Sulu melalui Musyawarah di RUMAH BICARA, dan Sultan tersebut wajib berkomitmen untuk MEMERDEKAKAN SULU dan MINDANAU dari penjajahan Philipina.
Dengan demikian, Sultan Kiram yang dinobatkan oleh Pemerintah Philipina bagi rakyat Sulu TIDAK SAH, karena tidak dinobatkan melalui Musyawarah di RUMAH BICARA. Apalagi Sultan Kiram ikut tunduk kepada Pemerintah Kafir Philipina, dan menganggap dirinya sebagai warga Philipina. Begitu pula beberapa Sultan lain yang menobatkan dirinya sendiri sebagai Sultan dan mengakui Philipina sebagai negara mereka. Ada pun Sultan Bantilan Mu'izzuddin II bagi rakyat Sulu adalah SULTAN SAH, karena dinobatkan melalui musyawarah para Syarif, Datu, Ulama, Tokoh dan Rakyat Sulu melalui Musyawarah di RUMAH BICARA dengan komitmen MEMERDEKAKAN Sulu dan Mindanau dari penjajahan Kafir Philipina.

SI : Lalu apa saja yang sudah dan akan dilakukan oleh Sultan Sulu yang sah untuk kemerdekaan Sulu dari penjajahan Philipina ?

HABIB : Pertama, Sultan Bantilan Mu'izzuddin II sejak dinobatkan sebagai Sultan Sulu sudah mendeklarasikan KEMERDEKAAN SULU dan MINDANAU secara terbuka.
Kedua, Sultan Bantilan sudah membentuk KABINET pemerintahannya dan mengumumkannya kepada rakyat Sulu. dan Mindanau, bahkan dunia internasional.
Ketiga, Sultan sudah mengembalikan semua simbol Kesultanan Sulu dan Mindanau sebagaimana mestinya, seperti Islam sebagai dasar negara, syariat sebagai hukum negara, logo, lambang, bendera, panji, stempel, nasyid kenegaraan dan sebagainya.

Keempat, Sultan sudah dan sedang menyurati berbagai Kepala Negara untuk meminta dukungan pengakuan kemerdekaan Sulu dan Mindanau, termasuk para Sultan di Nusantara.
Kelima, Sultan mengangkat duta-duta kesultanan yang dikirim ke berbagai negara untuk menggalang dukungan bagi kemerdekaan Sulu dan Mindanau.

Keenam, Sultan bertekad untuk menyatukan semua Faksi Perlawanan terhadap Philipina, baik MNLF di Sulu, atau MILF di Mindanau, atau ABU SAYYAF di Basilan, dan faksi-faksi lainnya. Sebab tanpa persatuan, rakyat Sulu dan Mindanau tidak akan pernah meraih KEMERDEKAAN.
Ketujuh, Sultan bertekad untuk memerdekakan Sulu dan Mindanau dengan jalan DAMAI, artinya melalui jalur politik dan diplomatik, selama Philipina tidak lagi melakukan serangan terhadap rakyat Sulu dan Mindanau. Berapa pun lama masanya, karena sudah puluhan tahun rakyat Sulu dan Mindanau melalui MNLF dan MILF mau pun ABU SAYYAF dan lainnya, BERPERANG melawan Philipina, puluhan ribu rakyat Sulu dan Mindanau gugur sebagai Syuhada, namun belum mengantarkan kepada kemerdekaan. Jadi, Sultan mau coba jalan lain, tanpa memadamkan semangat perlawanan dalam jiwa rakyat Sulu dan Mindanau terhadap penjajah Philipina.

Kedelapan, jika upaya damai pun tak membuahkan hasil, lalu Philipina tetap melakukan serangan kepada rakyat Sulu dan Mindanau, maka Sultan Bantilan akan menyerukan segenap rakyat Sulu dan Mindanau untuk JIHAD FI SABILILLAH secara besar-besaran, karena tidak ada jalan lain lagi.
Kesembilan, Sultan menyerukan rakyat Sulu dan Mindanau untuk membuang KTP Philipina, tapi menggantinya dengan KTP Kesultanan, sebagai bentuk ikrar bahwa Sulu dan Mindanau BUKAN PHILIPINA. Kini, sudah puluhan ribu rakyat menyambut seruan Sultan. Ke depan kita berharap SEMUA rakyat Sulu dan Mindanau melakukan hal yang sama. Termasuk, turunkan Bendera Philipina di wilayah Sulu dan Mindanau, dan naikkan Bendera Kesultanan.
Kesepuluh, Sultan mengangkat Mufti Besar untuk membimbing Sultan dan Rakyatnya agar tetap berjalan di jalan Allah SWT dan Rasulullah SAW sesuai Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah.

SI : Habib sendiri bagaimana bisa menjadi The Grand Mufti of Sulu ? Habib kan warga negara Indonesia kok boleh jadi Mufti Besar Sulu ? 

HABIB : Sepuluh tahun terakhir saya bersama Tuan Guru Haji Abdulhalim Abbas, mantan orang nomor dua di ARQOM, dan kawan-kawan, bekerja sama dengan Majelis Ugama Islam Sabah (MUIS) sering SAFARI DA'WAH berkeliling keluar masuk berbagai kota dan kampung di seluruh Sabah.
Dalam Safari Da'wah tersebut lah saya banyak bertemu dan berkumpul serta berkomunikasi dengan warga Sulu, baik yang telah menjadi warga negara Malaysia mau pun belum. Termasuk para Syarif, Ulama dan Datu dari Sulu, yang kemudian mereka lah yang mengusulkan kepada Sultan Bantilan untuk mengangkat saya sebagai Mufti Besar Sulu dan Tuan Guru Haji Abdulhalim Abbas sebagai Pemasihat Utama Sultan. Akhirnya, usulan tersebut disetujui oleh Sultan dan seluruh anggota kabinet kesultanannya.
Dalam Konstitusi Sultanate of Sulu Darul Islam (SSDI) bahwa Mufti Besar Negeri Sulu mau pun Penasihat Sultan, boleh diambil dari negara dan bangsa mana pun, termasuk Indonesia dan Malaysia. Sebab, persaudaraan Islam itu lintas sektoral dan teritorial. Habaib dan Ulama itu milik umat Islam dimana pun mereka berada, tanpa peduli negeri mau pun suku bangsanya.

SI : Apa Peran dan Tugas Utama seorang Mutti Besar Sulu saat ini, selain memberi fatwa dalam urusan agama ?

HABIB : Tugas Besar Mufti Besar Sulu saat ini adalah ikut serta secara pro aktif memperjuangkan KEMERDEKAAN SULU dan MINDANAU dari penjajahan Philipina. 

SI : Apakah benar Sabah milik Kesultanan Sulu ? Bagaimana duduk persoalan sebenarnya ?

HABIB : Ya. Pada awalnya memang Sabah milik Kesultanan Sulu, dan warga asli Sabah itu adalah rakyat Sulu. Nah, pada tanggal 22 Januari 1878, Kesultanan Sulu menyewakan Sabah kepada British North Borneo Company (BNBC) dengan syarat selama BNBC memerlukan dan mau mengelolanya, dan selama ada "Bulan dan Bintang".

Namun pada Tahun 1946, saat BNBC tidak lagi memerlukan Sabah dan tidak mau lagi mengelolanya, pihak BNBC tidak mengembalikan Sabah ke Kesultanan Sulu sebagaimana mestinya, tapi menyerahkan Sabah kepada Kerajaan Inggris yang menjajah Malaysia, dengan dalih syarat perjanjian selama ada "Bulan dan Bintang" yang ditafsirkan sebagai perjanjian selamanya. Sedang Kesultanan Sulu menafsirkan "Bulan dan Bintang" sebagai simbol Kesultanan, yaitu keturunan Sultan Azimuddin I sebagai Bulannya dan keturunan Sultan Mu'izzuddin I sebagai Bintangnya. 

Dengan penafsiran sepihak dan dalih over sewa, Inggris pun melanjutkan sewa Sabah tanpa batas waktu. Pada akhirnya, saat Inggris melepaskan Malaysia, maka Sabah dimasukkan ke wilayah Malaysia, namun tetap dalam status sewa tanpa batas waktu, hingga kini.
Nah, kini banyak muncul kerabat Kesultanan Sulu atau pihak lain yang mengatas-namakan Kesultanan Sulu, menobatkan diri sebagai Sultan Sulu. Salah satu sebabnya adalah karena banyak yang ingin mendapatkan "Uang Sewa Sabah" berikut aneka fasilitas dan pelayanan khusus. Pemerintah Malaysia sendiri melalui Kedubesnya di Manila, masih tetap membayar sewa tersebut kepada keluarga Kiram, dengan alasan karena diakui sebagai Sultan Sah oleh pihak pemerintah Philipina.

SI : Kalau Malaysia sudah bayar sewa, kenapa pihak keluarga Sultan Kiram justru mengirim tentaranya menyerang Lahad Datu di Sabah ?

HABIB : Malaysia terjebak dalam permainan pemerintah Philipina, karena Malaysia membayar sewa untuk "pribadi" keluarga Kiram yang dipelihara oleh pemerintah Philipina, bukan untuk rakyat dan negara Sulu.
Padahal, Malaysia tahu bahwa selama ini Philipina selalu mengklaim Sabah sebagai bagian wilayahnya dengan menggunakan dokumen Kesultanan Sulu. Itulah sebabnya, kenapa Philipina tetap mempertahankan keberadaan "Sultan Sulu" bukan "Kesultanan Sulu", agar bisa dijadikan "alat politik" untuk menuntut Sabah.
Jadi, saya menduga kuat bahwa Philipina berada di balik peristiwa Lahad Datu. Sultan Kiram dijadikan bonekanya, sementara rakyat Sulu yang dikirim sebagai "Tentara Kesultanan Sulu" hanya dikorbankan untuk nafsu serakah Philipina. Saat gagal, Philipina dengan mudah bisa cuci tangan, dan mengkambing-hitamkan Sultan Kiram.

SI : Apa Habib punya data dan fakta tentang keterlibatan Philipina di balik peristiwa Lahad Datu ?

HABIB : Data dan Fakta dalam bentuk hitam di atas putih secara eksplisit yang menyatakan bahwa Philipina terlibat dalam peristiwa Lahad Datu memang tidak ada, tetapi indikatornya banyak dan kuat, antara lain :
Pertama, yang paling banyak diuntungkan dari peristiwa Lahad Datu adalah Philipina, karena yang selama ini membantu rakyat Sulu, baik langsung mau pun tidak langsung adalah Malaysia. Dengan terjadinya peristiwa Lahad Datu, maka hubungan Sulu dan Malaysia memburuk, sehingga posisi Sulu di dalam menghadapi penjajah Philipina semakin melemah.

Kedua, Philipina sudah kelelahan menghadapi perlawanan rakyat Sulu dan Mindanau, sehingga Philipina punya kepentingan untuk memindahkan KONFLIK MORO dari Sulu dan Mindanau ke Sabah.
Ketiga, Philipina memang sudah lama mengklaim kedaulatannya atas Sabah. Bahkan pada tahun 1967, di zaman Marcos, Philipina pernah membentuk pasukan berisikan dua ratus tentara dari bangsa Sulu dan Mindanau, yang kemudian terkenal dengan nama JABIDAH SPECIAL FORCE sesuai nama komandannya, Jabidah. Mereka dilatih secara khusus di pulau Corregidor di wilayah Luzon - Philipina, tanpa tahu tujuan sebenarnya. Pada tahun 1968, tatkala mereka akan dikirim ke Sabah untuk membantai bangsa Sulu dan Mindanau di Sabah yang setuju ikut Malaysia melalui Referendum 16 September 1963, maka mereka menolak untuk memerangi saudaranya sendiri. Akhirnya, seluruh anggota Unit Komando Jababidah dibantai di pulau tersebut atas perintah Marcos. Namun ada beberapa yang berhasil menyelamatkan diri, sehingga peristiwa keji tersebut terbongkar. Inilah peristiwa yang membuat bangsa Moro demonstrasi berbulan-bulan di Manila, Mindanau dan Sulu, yang akhirnya melahirkan pembentukan MNLF untuk melawan Philipina. Jadi, jika Philipina pernah menempuh jalan keji untuk merebut Sabah, maka tidak heran jika Philipinan mampu mengulangi kekejiannya melalui peristiwa Lahad Datu di Sabah. Dan bisa terulang kembali di masa mendatang.

Keempat, dalam peristiwa Lahad Datu, respon Philipina agak dingin, bahkan ikut meloloskan para penyerbu saat lari dari kejaran Tentara Diraja Malaysia. Tidak sampai disitu, Presiden Philipina secara terang-terangan memberi pernyataan terkait peristiwa Lahad Datu, bahwa Philipina akan terus memperjuangkan kedaulatannya atas Sabah secara diplomatik melalui forum internasional.

SI : Sikap Sultan Bantilan sendiri terhadap masalah Sabah bagaimana ? Dan bagaimana pula sikap Sultan Bantilan terhadap peristiwa Lahad Datu ?

HABIB : Sultan Bantilan tidak akan pernah mempermasalahkan Sabah berada dalam wilayah kedaulatan Malaysia, selama Malaysia merupakan negeri Islam dan mengelola Sabah dengan baik dan memperlakukan warga Sulu di Sabah dengan baik pula. Tak pernah terbersit di benak Sultan Bantilan untuk menuntut pengembalian Sabah. 

Hanya saja, Sultan berharap "Sewa Sabah" dibayar oleh Malaysia untuk negara "Kesultanan Sulu" bukan pribadi "Sultan Sulu" atau keluarganya. Artinya, uang sewa tersebut mestinya disetorkan kepada pihak yang tepat untuk digunakan bagi pembangunan Negeri Sulu dan peningkatan kesejahteraan rakyat Sulu.
Soal peristiwa Lahad Datu, Sultan Bantilan melihat bahwa itu hanya merupakan rekayasa politik jahat yang ingin merusak hubungan baik Kesultanan Sulu dengan Malaysia, sekaligus ingin mengadu-domba antar umat Islam di dalam mau pun di luar Sulu. Dan Sultan sangat berduka dengan korban yang berjatuhan, baik dari pihak rakyat Sulu mau pun saudara muslim Malaysia.

SI : Habib sendiri selaku Mufti Besar Sulu, bagaimana peran Habib dalam kasus tersebut ?

HABIB : Saya bersama Menteri Luar Negeri Sulu Datu H.Zakariya dan Menteri Pemuda Sulu Datu Asree Moro sejak awal Maret terus melakukan pertemuan dan pembicaraan dengan berbagai pihak dari para petinggi Malaysia, termasuk Menteri Pertahanan Malaysia Datu Sri Zahid Hamidi. Intinya, kami menjelaskan tentang apa dan bagaimana sikap sebenarnya Sultan Bantilan Mu'izzuddin II terhadap Sabah dan peristiwa Lahad Datu, sekaligus kita mencari solusi terbaik agar ke depan tidak terulang lagi peristiwa serupa.
Bahkan sampai saat ini, upaya diplomatik Kesultanan Sulu masih terus kami lakukan di Malaysia. Rencana ke depan, kita akan ajak bicara juga Kesultanan Brunei selaku kerabat Kesultanan Sulu. 

SI : Solusi apa yang Habib dan kawan-kawan tawarkan atas nama Kesultanan Sulu ?

HABIB : Ada banyak solusi kita tawarkan, kesemuanya untuk kebaikan Malaysia dan Sulu serta Mindanau, antara lain :
Pertama, Kesultanan Sulu harus mengakui kedaulatan Malaysia atas Sabah, sehingga status Sabah sebagai milik Malaysia tidak boleh dipersoalkan lagi oleh Sulu selamanya.
Kedua, nilai sewa Sabah tetap harus dibayar oleh Malaysia selamanya, tapi nilainya harus disesuaikan dengan kurs yang berlaku, karena sewa Sabah dengan 5000 (lima ribu) ringgit atau pound sterling per tahun di zaman sekarang sudah tidak logis lagi dengan alasan apa pun.

Ketiga, pembayaran sewa Sabah diberikan kepada "Kesultanan Sulu" bukan "Sultan Sulu". Artinya, bukan untuk pribadi Sultan Sulu atau keluarganya, tapi untuk membangun negeri Sulu dan mensejahterakan rakyat Sulu. Malaysia boleh membayar sewa Sabah dalam bentuk pembangunan infrastruktur di Sulu, sekaligus berinvestasi di Sulu yang saling menguntungkan, agar Sulu tidak lagi miskin dan terbelakang seperti saat ini.
Keempat, Malaysia harus mengakui dan ikut memperjuangkan di forum internasional kedaulatan Kesultanan Sulu sebagai negara merdeka, sebagaimana Malaysia selama ini telah mengakui dan melaksanakan kewajiban pembayaran sewa Sabah kepada Kesultanan Sulu. 
Kelima, Malaysia dan Sulu harus saling bekerja sama di semua bidang, termasuk saling mempermudah rakyat masing-masing untuk keluar masuk mau pun berdomisili dan bekerja di kedua negara.

SI : Hikmah apa yang Habib lihat di balik peristiwa Lahad Datu - Sabah ?

HABIB : Sekali pun peristiwa tersebut merupakan tragedi yang membuat kita semua prihatin, namun tetap kita harus mengambil Hikmahnya, antara lain :
Pertama, mendorong Malaysia dan Kesultanan Sulu yang sah untuk duduk kembali bersama bermusyawarah mencari solusi terbaik untuk Sulu, Mindanau dan Sabah.
Kedua, membuka mata dunia internasional bahwa nun jauh di Asia Tenggara ada satu negeri merdeka, yaitu Kesultanan Sulu, yang tertindas dan melarat selama beratus tahun, akibat kezaliman Spanyol dan Amerika Serikat serta Philipina.

SI : Apa betul Sultan Sulu saat ini adalah Sultan termiskin di dunia ?

HABIB : Sultan Sulu yang dinobatkan Philipina dan beristana di Manila tentu kaya raya, karena mendapat gaji dari pemerintah Philipina dan memperoleh uang "Sewa Sabah" serta berbagai fasilitas kemewahan. Ada pun Sultan Sulu yang sah dinobatkan oleh para Syarif, Datu, Ulama, Tokoh dan Rakyat Sulu dengan komitmen memerdekan Sulu dan Mindanau, selama ini hidup sederhana penuh syukur dan sabar. Istana kecil berlantai tanah dan beratapkan ijuk dengan nafkah halal dari bertani dan berdagang. Alhamdulillah.

SI : Andaikata upaya politik dan diplomatik untuk kemerdekaan Sulu dan Mindanau gagal, apa yang akan dilakukan Sultan Bantilan ?

HABIB : Bagi Sultan Bantilan selama masih ada Bulan dan Bintang, maka Rakyat Sulu akan terus bertahan dan berjuang. Artinya, kita tidak akan pernah putus asa. Upaya diplomatik akan terus dilakukan tanpa henti sampai kapan pun, hingga Sulu dan Mindanau MERDEKA. Walau pun suatu saat kami diserang sehingga dipaksa perang, maka kami akan berjihad, sambil tetap melakukan lobby diplomatik tingkat tinggi dengan berbagai negara Islam khususnya.

SI : Andaikata Jihad dikobarkan Sultan Bantilan di bumi Sulu dan Mindanau, akankah FPI yang Habib pimpin mengambil bagian ?

HABIB : Insya Allah, FPI akan tetap ISTIQOMAH untuk selalu mengambil bagian dalam Jihad di negeri kaum muslimin mana pun.

SI : Apakah Habib sudah mengkomunikasikan persoalan Sulu ke pemerintah Indonesia ? 

HABIB : Dari sekian banyak pejabat yang saya hubungi, hanya Menteri Agama RI Suryadarma Ali yang merespon dan memberi apresiasi serta motivasi kepada saya selaku anak bangsa Indonesia yang ikut berperan dalam persoalan internasional tersebut. Lainnya bungkam tuh ?!
Padahal, saya berharap pemerintah Indonesia bisa memainkan peranan lebih besar. Ingat, bahwa sebab kekalahan Indonesia dari Malaysia dalam kasus pulau Sipadan dan Ligitan di Mahkamah Internasional, salah satunya adalah karena Malaysia menggunakan dokumen yang berasal dari Kesultanan Sulu tentang kedua pulau tersebut. Disana masih ada beberapa pulau lagi yang berpotensi jadi masalah perbatasan antara Indonesia - Malaysia - Philipina yang kesemuanya akan melibatkan dokumen Kesultanan Sulu.
Apalagi Kesultanan Sulu dan Mindanau juga punya hubungan kekeluargaan dengan berbagai kerajaan di Indonesia, seperti Kerajaan Kubu di Kalimantan Barat, Kerajaan Bulungan di Kalimantan Timur, serta Kerajaan Bugis dan Makassar di Sulawesi Selatan, hingga Kesultanan Ternate dan Tidore di Maluku, termasuk para Datu di Buol dan Toli-Toli hingga Menado di Sulawesi Utara.

SI : Hikmah lain apakah yang bisa diambil ileh pemerintah RI dari peristiwa Lahad Datu ?

HABIB : Pemerintah RI harus pandai menghargai dan menghormati jasa seluruh Kesultanan di Indonesia yang telah dengan sukarela masuk ke dalam wilayah RI. Berikan mereka peran yang lebih konkrit dan jadikan mereka sebagai ujung tombak pemerintah pusat untuk menjaga persatuan dan kesatuan NKRI di wilayah masing-masing. Dengan demikian, tidak akan pernah terbersit di benak kesultanan mana pun di Indonesia untuk keluar dari wilayah RI. Termasuk pemerintah wajib menjunjung tinggi SYARIAT ISLAM yang sejak awal sudah menjadi KONSTITUSI seluruh Kesultanan di Indonesia. [slm/fpi]


Sumber : Suara-Islam.COM